ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com - Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto menegaskan bahwa Pemerintah tetap mengkaji revisi Undang-Undang (UU) tentang Pemilihan Umum (Pemilu) dengan melibatkan beragam pihak terkait.
Hal ini disampaikannya saat menjadi narasumber dalam Focus Group Discussion (FGD) tentang Revisi UU Pemilu nan digelar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU), Medan, Jumat, 7 Februari 2025.
Dalam kesempatan tersebut, Bima menyoroti beragam rumor strategis dalam revisi UU Pemilu.
Ilustrasi surat bunyi pemilu
Photo :
- detikai.com.co.id/Andrew Tito
Bima Arya menekankan bahwa Presiden RI Prabowo Subianto telah meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk melakukan kajian komprehensif guna memperbaiki sistem pemilu.
Menurut dia, sejumlah tantangan tetap perlu diatasi seperti tingginya biaya politik, efisiensi sistem, serta besarnya anggaran nan dikeluarkan dalam setiap pemilu.
"Kalau kita mendengar di lapangan, baik dari pelaku maupun pemilih, ya kita semua sepakat bahwa pemilu, baik pemilihan kepala wilayah maupun pemilu personil legislatif, mahalnya luar biasa," kata Bima dalam keterangannya di Jakarta.
Dikatakan pula bahwa revisi UU Pemilu diperlukan lantaran saat ini terdapat dua izin berbeda, ialah UU Pemilu dan UU Pilkada. Padahal, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan bahwa tidak boleh ada perbedaan mendasar di antara keduanya.
Proses Pemungutan bunyi pemilu 2024. (foto ilustrasi)
Photo :
- detikai.com.co.id/Sherly (Tangerang)
Selain itu, menurut dia, tetap terdapat sejumlah ketidakselarasan dalam nomenklatur ataupun pasal dan ayat pada kedua UU tersebut sehingga revisi menjadi langkah penting.
"Artinya memang ini adalah momen nan sangat tepat, sangat tepat untuk melakukan revisi itu. Nah, saat ini Kemendagri membuka ruang bapak/ibu. Saya latar belakangnya orang kampus, sangat terbiasa untuk berdialog, berdebat, dan berdiskusi. Saya percaya bahwa ada proses dialektika nan sangat menentukan output," ungkapnya.
Bima mengatakan bahwa revisi UU Pemilu tidak boleh hanya berfokus pada isu-isu spesifik seperti sistem pemilihan langsung alias tidak langsung maupun kepentingan politik tertentu.
Namun, dia menekankan, obrolan suatu keharusan dalam kerangka nan lebih luas guna menciptakan sistem politik nan lebih stabil dan efektif.
Bima menegaskan bahwa revisi UU Pemilu kudu tetap berorientasi pada penguatan sistem presidensial, selaras dengan prinsip otonomi daerah, serta berkontribusi pada peningkatan efektivitas sistem politik dan kualitas representasi rakyat.
"Teman-teman penstudi pengetahuan politik, partai politik, kepemiluan pasti sangat paham, tantangan terbesar sepanjang masa adalah menyeimbangkan governability (kemampuan memerintah) dengan representativeness (keterwakilan)," kata Bima.
Di satu sisi, menurut dia, keterwakilan kerakyatan kudu tetap dijaga kualitasnya, tetapi di sisi lain jangan sampai governability ini terhambat.
Bima juga menekankan pentingnya merancang sistem politik nan dapat memperkuat persatuan bangsa. Dalam perihal ini, partai politik, kudu bisa menjaga integrasi nasional, bukan malah memicu disintegrasi.
Ia menekankan kembali bahwa rencana revisi ini tetap dalam tahap kajian di Kemendagri. Sementara itu, DPR RI juga tengah menyusun draf revisinya.
"Kami tetap saling berkoordinasi untuk kemudian membicarakan di DPR. Akan tetapi, proses diskursus itu kudu berjalan," ujarnya.
Selain itu, Bima juga mengenang kunjungannya ke USU sekitar 20 tahun lampau saat tetap aktif sebagai pengamat politik.
Pada kesempatan itu, dia mengapresiasi perkembangan Kota Medan nan makin pesat, terutama dalam perihal pelayanan publik.
"Jadi, sangat nyaman sekali, Medan ini makin lama makin kayak Singapura. Jadi, mudah-mudahan pemimpin baru, wali kota baru, gubernur baru bisa membawa Medan lebih maju lagi, lebih beradab lagi, lebih berkah bagi semua," pungkas Bima. (ant)
Halaman Selanjutnya
Source : detikai.com.co.id/Sherly (Tangerang)