Polemik Tni Aktif Isi Jabatan Sipil: Sekjen Gerindra: Kalau Presiden Setuju, Saya Kira Tak Masalah

Sedang Trending 6 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

detikai.com, Jakarta - Wacana revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI memantik perdebatan sengit. Sorotan tajam tertuju pada usulan nan memungkinkan prajurit aktif TNI menduduki kedudukan sipil. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bakal melemahnya supremasi sipil dan kembalinya dwifungsi ABRI.

Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani turut merespons penolakan penempatan TNI aktif dijabatan sipil. Gelombang penolakan ini terus bergulir di tengah proses pembahasan RUU TNI oleh DPR dan pemerintah.

Muzani nan juga Ketua MPR ini berpendapat, tidak ada masalah dengan penempatan TNI aktif di kedudukan sipil selama ada persetujuan dari presiden. Sebab, tetap ada patokan nan mengatur prajurit kudu mengundurkan diri alias pensiun jika menempati jabatan sipil tertentu.

"Kalau presiden menyetujui, saya kira enggak ada masalah. nan krusial kan kemudian presiden memberikan persetujuan dan nan berkepentingan pensiun dari kedudukan ataupun posisi dari militer aktif," kata Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/3/2025).

Memang banyak pihak nan menilai RUU TNI ini berpotensi menakut-nakuti kerakyatan Indonesia jika tidak dikawal ketat. Di sisi lain, ada juga nan beranggapan bahwa dengan adanya pengawasan nan ketat, potensi negatif tersebut dapat diminimalisir. Perdebatan ini menjadi sangat krusial dalam menjaga keseimbangan antara peran militer dan pemerintahan sipil.

Pemerintah mengklaim, revisi UU TNI ini diajukan dengan tujuan untuk memperkuat pertahanan negara dan meningkatkan profesionalisme TNI. Namun, usulan penambahan kedudukan sipil bagi prajurit aktif menjadi poin nan paling kontroversial dan menuai kritik dari beragam kalangan.

Reporter: Alma Fikhasari

Merdeka.com

Promosi 1

Polemik Revisi UU TNI dan Ancaman Supremasi Sipil

Peneliti The Indonesian Institute (TII), Christina Clarissa Intania mengingatkan ancaman revisi UU TNI nan memungkinkan prajurit aktif menduduki kedudukan sipil. Ia menekankan pentingnya menjaga supremasi sipil dan menghindari kemunduran dari semangat reformasi 1998.

Menurutnya, usulan ini berpotensi meluaskan pengaruh militer dalam pemerintahan dan menakut-nakuti kerakyatan Indonesia. Padahal UU TNI saat ini sudah mengatur larangan prajurit aktif menduduki kedudukan sipil, selain beberapa pengecualian.

Kekhawatiran Christina bukan tanpa dasar. Pengalaman sejarah menunjukkan gimana kekuasaan militer dalam pemerintahan dapat berakibat negatif bagi perkembangan demokrasi.

Oleh lantaran itu, revisi UU TNI kudu dikaji secara jeli dan melibatkan beragam pihak untuk memastikan tidak terjadi kemunduran demokrasi. Proses revisi nan transparan dan partisipatif sangat krusial untuk mencapai kesepakatan nan mengakomodasi beragam kepentingan.

Perdebatan ini menyoroti pentingnya menjaga keseimbangan antara peran militer dan sipil. Supremasi sipil kudu dijaga agar tidak terjadi kekuasaan militer dalam pemerintahan. Revisi UU TNI kudu memastikan bahwa peran militer tetap berada dalam koridornya dan tidak mengganggu jalannya pemerintahan sipil.

Usulan Menhan dan Penambahan Jabatan Sipil

Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin mengusulkan ekspansi kedudukan sipil bagi prajurit aktif TNI. Namun, ekspansi ini hanya mencakup lembaga nan sudah diisi oleh prajurit aktif, terutama di bagian keamanan dan penegakan hukum. Usulan ini bermaksud untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja di bidang-bidang tersebut.

Menhan Sjafrie mengusulkan penambahan kedudukan sipil dari 10 menjadi 15. Jabatan tambahan tersebut mencakup bagian kelautan dan perikanan, BNPB, BNPT, keamanan laut, dan Kejaksaan Agung. Penambahan ini dirasa perlu untuk memperkuat kapabilitas negara dalam menghadapi tantangan keamanan dan penegakan hukum.

Meskipun usulan Menhan bermaksud untuk meningkatkan kinerja, tetap krusial untuk mempertimbangkan potensi dampaknya terhadap supremasi sipil. Mekanisme pengawasan nan ketat dan patokan nan jelas perlu diterapkan untuk mencegah penyalahgunaan kewenangan dan menjaga keseimbangan kekuasaan.

Pembahasan RUU TNI di DPR RI dan Kontroversi nan Muncul

Pembahasan RUU TNI di Komisi I DPR RI tetap berjalan dan belum final. Proses pembahasan ini menarik perhatian publik lantaran mencakup beberapa perubahan signifikan, mulai dari penempatan prajurit di kedudukan sipil hingga perpanjangan usia pensiun perwira. Kritik dan masukan dari beragam pihak, termasuk masyarakat sipil, perlu dipertimbangkan.

DPR dan Pemerintah mengklaim, RUU TNI bermaksud memperkuat pertahanan negara dan meningkatkan profesionalisme TNI. Namun, beberapa poinnya menuai kontroversi, khususnya mengenai penempatan prajurit aktif di kedudukan sipil dan ekspansi operasi militer selain perang (OMSP). Proses pembahasan nan dianggap kurang transparan juga memicu kritik.

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan turut menyuarakan keprihatinannya. Mereka menekankan pentingnya menjaga supremasi sipil dan mencegah kembalinya dwifungsi ABRI. Partisipasi aktif masyarakat sipil dalam proses pembahasan RUU TNI sangat krusial untuk memastikan revisi ini tidak merugikan kepentingan nasional.

Penjelasan Sekjen Gerindra Terkait Penempatan TNI Aktif di Jabatan Sipil

Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani merespons penolakan penempatan TNI aktif dijabatan sipil. Hal itu merupakan salah satu poin perubahan dalam Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI).

Menurutnya, tak ada masalah dengan menempatkan TNI aktif di kedudukan sipil selama ada persetujuan dari presiden. Sebab, tetap ada atuaran prajurit kudu mengundurkan diri alias pensiun jika menempati posisi sipil tertentu.

"Kalau presiden menyetujui saya kira enggak ada masalah, nan krusial kan kemudian presiden memberikan persetujuan dan nan berkepentingan pensiun dari kedudukan ataupun posisi dari militer aktif," kata Muzani, Senin.

Dia menegaskan, kudu ada patokan nan tegas agar peran TNI tidak menabrak supremasi sipil. Sehingga, masyarakat tidak terganggu dengan keberadaan TNI di kedudukan sipil.

"Ya kudu (diatur) rigid. Harus rigid. Di UU TNI agar sipil tidak merasa terganggu, dan seterusnya kudu rigid," tegas dia.

TNI Aktif Jabat di BUMN Harus Ajukan Pensiun Dini

Muzani mencontohkan TNI menempati posisi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dalam patokan nan disepakati dalam daftar invetarisasi (DIM) revisi UU TNI dijelaskan bahwa BUMN tidak termasuk dalam 16 kementerian dan lembaga nan bisa diisi TNI aktif.

Sehingga, mereka nan ditugaskan di kedudukan sipil tapi di luar 16 kementerian dan lembaga seperti BUMN, maka diwajibkan mengundurkan diri.

"Ya jika dia disitu ya kudu mundur," ungkap Muzani.

Selain itu, TNI nan ditugaskan pun berasas kemampuannya di bagian tertentu seperti pertanian dan peternakan.

"Kan tentara kan meskipun mempunyai skill di bumi militer, kan secara individual juga ada orang-orang nan mempunyai keahlian dalam bidang-bidang teknis, di bagian pertanian, perikanan," paparnya.

Berkaca dari patokan nan disepakati itu, dia menjamin revisi UU TNI tidak bakal membangkitkan kembali dwifungsi ABRI seperti nan dikhawatirkan masyarakat sipil.

"Saya kira ndak. Kan ada batasan-batasannya," ucap Muzani.

Selengkapnya