Penduduk Miskin Ekstrem Ri Capai 2,38 Juta Orang

Sedang Trending 7 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan kemiskinan ekstrem Indonesia pada Maret 2025 tercatat sebesar 0,85% alias 2,38 juta orang. Kondisi ini lebih baik dibanding Maret 2024, di mana kemiskinan ekstrim tercatat 1,26% alias sekitar 3,56 juta orang.

Tingkat ketimpangan Indonesia juga mengalami penurunan. Tingkat ketimpangan diukur melalui gini ratio, di mana nilainya berada di antara 0 dan 1. Semakin tinggi nilai gini ratio berfaedah semakin tinggi ketimpangan. Pada bulan Maret 2025, nomor gini ratio tercatat 0,375 alias turun dari 0,381 pada September 2024.

"Adapun ketimpangan di perkotaan pada Maret 2025 sebesar 0,395, lebih rendah 0,007 poin jika dibandingkan dengan September 2024. Sementara itu, ketimpangan di pedesaan pada Maret 2025 tercatat sebesar 0,299, lebih rendah 0,009 poin jika dibandingkan dengan September 2024," kata Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono dalam keterangannya, dikutip Minggu (27/7/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Secara spasial, pada Maret 2025 terdapat 31 provinsi dengan tingkat ketimpangan di bawah nomor nasional. Sementara 7 provinsi mempunyai tingkat ketimpangan di atas nomor nasional. BPS mencatat tingkat ketimpangan tertinggi tercatat di DKI Jakarta, sebesar 0,441. Sedangkan tingkat ketimpangan terendah terjadi di Kepulauan Bangka Belitung, dengan nomor 0,222.

Ateng juga menjelaskan jumlah masyarakat miskin Indonesia mencapai 23,85 juta orang per Maret 2025. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), tingkat kemiskinan tercatat sebesar 8,47%, lebih rendah dari 8,57% pada September 2024.

Dia menekankan pentingnya pemahaman publik terhadap makna dan proses di kembali angka-angka kemiskinan. Pada pendataan Susenas, pihaknya mendata sekitar 345.000 rumah tangga nan menjadi sampel pada Maret 2025.

Pada Maret 2025, rata-rata garis kemiskinan nasional tercatat sebesar Rp 609.160 per kapita per bulan. Artinya, rumah tangga miskin dengan rata-rata 4,72 personil rumah tangga nan pengeluarannya berada di bawah Rp 2.875.235 per bulan.

"Garis kemiskinan dihitung berasas pengeluaran kebutuhan dasar rumah tangga, baik makanan maupun non makanan," kata Ateng dalam keterangannya, dikutip Minggu (27/72025).

Ateng menjelaskan garis kemiskinan nan dirilis merupakan nomor rata-rata nasional. Setiap wilayah mempunyai garis kemiskinan nan berbeda, dipengaruhi oleh nilai dan pola konsumsi masyarakat setempat. Tingkat kemiskinan di pedesaan adalah 11,03%, dan perkotaan sebesar 6,73%. Tingkat kemiskinan di pedesaan mengalami penurunan, sementara di perkotaan mengalami kenaikan.

Dibandingkan September 2024, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Maret 2025 meningkat di perkotaan dan menurun di pedesaan. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata kesenjangan pengeluaran masyarakat miskin terhadap garis kemiskinan semakin melebar di perkotaan, tetapi menyempit di pedesaan.

Ateng menyebut Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) pada periode nan sama juga mengalami peningkatan di perkotaan dan penurunan di pedesaan. Artinya, ketimpangan pengedaran pengeluaran di antara masyarakat miskin di perkotaan meningkat, sementara di pedesaan menurun.

"Secara spasial, pada Maret 2025, terdapat 18 provinsi dengan tingkat kemiskinan di bawah nomor kemiskinan nasional, sementara 20 provinsi mempunyai tingkat kemiskinan di atas nomor nasional. Tingkat kemiskinan tertinggi tercatat di Papua Pegunungan, sebesar 30,03%, sedangkan tingkat kemiskinan terendah terdapat di Bali, ialah sebesar 3,72%," terang Ateng.

(rea/kil)

Selengkapnya