Komisi I Dpr: Dalam Ruu Tni, Tentara Tetap Dilarang Berpolitik Dan Berbisnis

Sedang Trending 4 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

detikai.com, Jakarta - Anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin, menegaskan bahwa tidak ada perubahan pada pasal 39 UU TNI nan mengatur larangan prajurit TNI aktif terlibat dalam aktivitas politik dan bisnis.

"Pasal ini tetap sama, prajurit TNI tidak boleh menjadi personil partai politik, terlibat dalam bisnis, alias mencalonkan diri sebagai personil legislatif dan kedudukan politik lainya," tegas TB dalam keterangannya, Selasa, (18/3/2025).

Pernyataan ini disampaikan dalam konteks pembahasan revisi UU TNI nan sedang berlangsung. TB Hasanuddin menekankan, bahwa dalam revisi ini, isi pasal 39 nan mengatur larangan tersebut tetap dipertahankan. Hal ini menunjukkan komitmen DPR untuk menjaga prinsip kerakyatan dan supremasi sipil dalam pemerintahan.

"Kami berambisi UU TNI nan baru bisa menyesuaikan perkembangan era tanpa mengesampingkan prinsip kerakyatan dan supremasi sipil," ujar TB.

Terkait pasal 47 tentang penempatan TNI aktif di kementerian/lembaga, TB menjelaskan bahwa terjadi dinamika perubahan. Awalnya, diusulkan 16 kementerian/lembaga nan dapat diisi oleh prajurit aktif. Namun, dalam revisi ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan dihapus dari daftar tersebut, sehingga jumlahnya menjadi 15.

"Yang sebelumnya diusulkan 16 K/L, saat ini hanya menjadi 15 K/L, dimana Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) itu dihapus," jelas TB.

Di sisi lain, terdapat penambahan lima kementerian/lembaga nan bisa diisi oleh prajurit aktif. Hal ini didasarkan pada patokan nan sudah tercantum dalam undang-undang terkait.

"Perubahan dalam UU TNI ini bermaksud untuk membikin aturannya lebih rigid," imbuh TB.

TB menambahkan, di luar posisi-posisi di kementerian/lembaga tersebut, prajurit aktif tetap bisa menduduki kedudukan sipil lainnya setelah mereka mundur dari dinas keprajuritan.

Promosi 1

Rincian Peran TNI

TB mengatakan, penambahan lima pos untuk prajurit TNI aktif dicantumkan pada RUU TNI lantaran dalam UU mengenai kementerian/lembaga nan dimaksud memang sudah dicantumkan patokan tentang perihal tersebut sehingga agar lebih rigid, maka dimasukkan juga di dalam RUU TNI.  

Rinciannya ialah sebagai berikut:

1. Peran TNI dalam penanggulangan bencana:

- UU 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana. Berlaku sejak tahun 2007.

-Dilanjutkan dengan terbitnya Perpres 1/2019 tentang BNPB dimana TNI dilibatkan sebagai unsur pengarah dalam penanggulangan bencana.

2. Peran TNI pada Keamanan Laut

- Perpres 178/2014 tentang Bakamla mengatur peran TNI dalam melakukan patroli keamanan dan keselamatan wilayah perairan. Berlaku sejak 2014

- UU 32/2014 tentang Kelautan mengatur tugas Bakamla untuk melakukan patroli keamanan dan keselamatan di wilayah perairan. Berlaku sejak 2014

3. Peran TNI dalam pengelolaan perbatasan

- Perpres 44/2017 tentang Perubahan atas Perpres 12/2010 tentang Badan Nasional Penegelola Perbatasan nan mengatur Panglima TNI sebagai Anggota BNPP pada Pasal 6. Berlaku sejak 2017

4. Peran TNI pada BNPT:

- Dalam Pasal 43 I ayat (1) UU No. 5 Tahun 2018, disebutkan bahwa tugas TNI dalam mengatasi terorisme merupakan bagian dari operasi militer selain perang (OMSP). Berlakuk sejak tahun 2018. Berlaku sejak 2018

5. Peran TNI pada Kejaksaan Agung

- UU 11/2021 tentang Perubahan atas UU 16/2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Mengatur tentang kedudukan Jaksa Agung Muda Pidana Militer. Berlaku sejak tahun 2021

"Sementara, di luar posisi tersebut, prajurit aktif bisa menduduki kedudukan sipil lain setelah mundur dari dinas keprajuritan," katanya.

Batas Pensiun

Selain itu, TB juga menjelaskan, pasal 53 mengenai pemisah usia pensiun, RUU TNI mengubah pemisah usia pensiun berasas pangkat. Dalam UU saat ini, pemisah usia pensiun dibagi menjadi dua klaster, ialah 58 bagi perwira dan 53 bagi tamtama dan bintara.

Sementara, dalam RUU TNI berasas naskah DIM, pemisah usia pensiun dirinci kembali berasas pangkat. Rinciannya ialah sebagai berikut:

Batas usia pensiun prajurit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan ketentuan sebagai berikut:

  • Bintara dan Tamtama paling tinggi 55 (lima puluh lima) tahun;
  • Perwira sampai dengan pangkat Kolonel paling tinggi 58 (lima puluh delapan) tahun;
  • Perwira tinggi bintang 1 (satu) paling tinggi 60 (enam puluh) tahun;
  • Perwira tinggi bintang 2 (dua) paling tinggi 61 (enam puluh satu) tahun; dan
  • Perwira tinggi bintang 3 (tiga) paling tinggi 62 (enam puluh dua).
  • Kemudian, untuk perwira tinggi bintang 4 (empat) alias jenderal, pemisah usia pensiun paling tinggi ialah umur 63 tahun.

“Dapr diperpanjang maksimal dua kali (dalam setahun) sesuai kebutuhan dan ditetapkan dengan keputusan Presiden,” pungkas TB.

Selengkapnya