ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com --
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengkritik keras langkah Panitia Kerja Revisi UU TNI dan pemerintah membahas perubahan UU 34/2004 tentang TNI di hotel mewah, Fairmont, Jakarta, selama dua hari terakhir.
Menurut koalisi sipil pembahasan nan kebut apalagi sampai dibahas di hotel mewah bintang 5 pada akhir pekan ini menunjukkan pemerintah dan DPR menyakiti hati rakyat.
"Di tengah sorotan publik terhadap revisi Undang-Undang TNI, Pemerintah dan DPR justru memilih membahas RUU ini secara tertutup di hotel mewah pada akhir pekan. Kami memandang langkah ini sebagai corak dari rendahnya komitmen terhadap transparansi dan partisipasi publik dalam penyusunan izin nan berakibat luas terhadap tata kelola pertahanan negara," demikian pernyataan koalisi sipil nan diterima Sabtu (15/3) malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Koalisi itu terdiri atas sejumlah organisasi dan kelompok masyarakat sipil seperti Imparsial, YLBHI, Walhi, KontraS, Setara Institute, AJI Jakarta, hingga BEM SI. Pada Sabtu ini pun ada perwakilan koalisi sipil nan datang ke hotel mewah tersebut dan melakukan tindakan di depan ruang nan dipakai pembahasan RUU TNI.
Mereka menilai pembahasan nan tertutup dan dilakukan di hotel bintang lima di Jakarta pada akhir pekan ini telah menunjukkan buruknya komitmen transparansi dan partisipasi publik, serta bertentangan dengan langkah efisiensi anggaran. Mereka menyebut apa nan terjadi saat ini sebagai langkah 'omon-omon' belaka saat sektor-sektor krusial justru dipotong dengan dalih 'efisiensi anggaran'.
"Koalisi Masyarakat Sipil menilai langkah ini tidak hanya menunjukkan rendahnya komitmen terhadap transparansi dan partisipasi publik, tetapi juga bertentangan dengan kebijakan efisiensi anggaran nan sedang didorong oleh pemerintah," kata mereka.
"Pemerintah Indonesia seperti tidak mempunyai rasa malu dan hanya 'omon-omon' belaka di tengah upaya efisiensi anggaran, serta mendorong penghematan shopping negara, apalagi mengurangi alokasi biaya untuk sektor-sektor penting, termasuk pendidikan dan kesehatan. Namun ironisnya, di saat nan sama, DPR dan pemerintah justru menggelar pembahasan RUU TNI di hotel mewah, nan tentunya menghabiskan anggaran negara dalam jumlah besar, Hal ini merupakan corak pemborosan dan pengkhianatan terhadap prinsip keadilan dan demokrasi," imbuh mereka.
Atas dasar itu mereka mengecam keras penyelenggaraan pembahasan revisi UU TNI nan dilakukan secara diam-diam di hotel mewah lantaran minim transparansi, akuntabilitas dan partisipasi publik. Apalagi, sambungnya, penyelenggaraan pembahasannya dilakukan di akhir pekan dan alam waktu nan singkat di akhir masa reses DPR. DPR diketahui bakal reses pada 21 Maret mendatang sebelum lebaran Idulfitri 2025 nan diperkirakan jatuh akhir bulan ini.
"Pemerintah dan DPR kudu berakhir untuk terus membohongi dan menyakiti rasa keadilan rakyat Indonesia," tegas mereka.
Potensi akibat bangkitkan dwifungsi militer
Menurut mereka, secara substansi, RUU TNI tetap mengandung pasal-pasal bermasalah nan menakut-nakuti kerakyatan dan penegakan HAM di Indonesia. Selain itu, mereka memandang dari perkembangan pembahasan RUU TNI hingga Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) nan telah disetor pemerintah justru berpotensi mengembalikan dwifungsi militer.
"Selain itu, agenda revisi UU TNI justru bakal melemahkan profesionalisme militer itu sendiri dan sangat berpotensi mengembalikan Dwifungsi TNI dimana militer aktif bakal dapat menduduki jabatan-jabatan sipil," demikian pernyataan mereka.
"Perluasan penempatan TNI aktif di kedudukan sipil, tidak sesuai dengan prinsip profesionalisme TNI dan berisiko memunculkan masalah, seperti eksklusi sipil dari kedudukan sipil, menguatkan kekuasaan militer di ranah sipil dan pembuatan kebijakan, dan loyalitas ganda," imbuhnya.
Oleh lantaran itu, mereka menolak pembahasan revisi UU TNI saat ini lantaran tetap mengandung bakal pasal-pasal nan bermasalah.
"Kami menolak draf RUU TNI maupun DIM RUU TNI nan disampaikan Pemerintah ke DPR lantaran mengandung pasal-pasal bermasalah dan berpotensi mengembalikan dwifungsi TNI dan militerisme di Indonesia," tegas mereka.
Sebelumnya, Sekjen DPR Indra Iskandar menjelaskan soal pembahasan RUU TNI dilakukan akhir pekan ini di hotel bintang lima, Fairmont, Jakarta. Menurut Indra itu tak melanggar patokan dari Tata Tertib DPR.
Indra menjelaskan sesuai patokan Tata Tertib DPR Pasal 254, aktivitas rapat nan sangat mendesak diperbolehkan dilakukan di luar Gedung DPR.
Menurutnya, penyelenggaraan rapat Panja RUU TNI tersebut juga telah disetujui oleh Pimpinan DPR untuk dilakukan di luar. Ia mengaku langsung mencari letak nan sesuai dan hanya tersisa Hotel Fairmont.
"Teman-teman Sekretariat itu menjajaki beberapa hotel, ada 5-6 hotel, tapi nan tersedia itu satu ya, pertimbangannya nan tersedia dengan format Panja RUU ini," tuturnya kepada wartawan, Sabtu.
Meskipun dilakukan di Hotel Fairmont, Indra menyatakan telah ada kerja sama unik antara pihak hotel dengan DPR sehingga mendapatkan penawaran nilai unik dan terjangkau.
"Pertimbangan kedua hotel nan punya kerja sama government rate dengan kita nan harganya terjangkau," jelasnya.
Indra menambahkan dengan intensitas rapat tinggi dibutuhkan tempat rehat bagi peserta Panja RUU TNI.
"Karena ini sifatnya maraton dan simultan dengan tingkat urgensitas tinggi, memang kudu dilakukan di tempat nan ada tempat istirahat," ujarnya.
Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin sebelumnya mengaku telah menugaskan Sekjen Kemenhan untuk ikut terlibat pembahasan RUU tersebut berbareng DPR. Pihaknya mau agar RUU TNI selesai sebelum masa reses DPR.
Sjafrie mengatakan ada empat poin pokok objek perubahan RUU TNI nan telah diserahkan pemerintah kepada DPR. Pertama, penguatan dan modernisasi alutsista.
Kedua, memperjelas batas penempatan TNI dalam tugas non militer di lembaga sipil. Ketiga, peningkatan kesejahteraan prajurit. Terakhir, mengatur pemisah usia pensiun TNI.
Namun, Sjafrie menegaskan revisi hanya bakal menyasar tiga pasal. Masing-masing Pasal 3 soal kedudukan TNI, Pasal 47 mengenai penempatan TNI di lembaga sipil, dan Pasal 53 mengenai masa pensiun.
(kid)