ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Seorang laki-laki berumur 60 tahun di Istanbul pergi ke rumah sakit setelah mengalami cegukan selama tiga hari.
Dokter di departemen neurologi rumah sakit memeriksa pasien dan melakukan MRI pada kepalanya. Mereka tidak menemukan kelainan pada otaknya, dan mereka tidak memandang indikasi apa pun selain cegukannya, nan terus bersambung selama pemeriksaan MRI.
Ia kemudian dipindahkan ke departemen penyakit dalam untuk tes lebih lanjut dan menemukan suhu tubuh, kadar oksigen, serta degub jantung dan pernapasan laki-laki tersebut normal. Hasil pemeriksaan darah tidak menunjukkan tanda-tanda jangkitan influenza alias virus pernapasan syncytial (RSV).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, ketika master mendengarkan paru-paru pasien, mereka mendengar "suara berderak basah nan jelas," tulis mereka dalam laporan kasus tersebut dikutip dari Live Science, Minggu (27/4/2025).
Pemindaian CT pada dada laki-laki tersebut menunjukkan adanya nodul di kedua paru-paru nan biasanya merupakan tanda pneumonia virus. Keesokan harinya, kajian sampel usap tenggorokan menunjukkan bahwa pasien terinfeksi SARS-CoV-2, virus corona nan menyebabkan COVID-19.
Beberapa studi kasus nan diterbitkan pada awal tahun 2000-an mengaitkan cegukan terus-menerus nan berfaedah cegukan berjalan selama dua hari alias lebih dengan pneumonia. Penelitian medis nan diterbitkan pada tahun 2020 dan 2021 menunjukkan bahwa COVID-19 juga dapat menyebabkan cegukan terus-menerus dan dapat membikin serangan cegukan lebih lama dan lebih parah dari biasanya, tulis master dalam laporan tersebut.
Dokter memberi laki-laki itu favipiravir, obat antivirus untuk flu nan pada suatu saat diuji sebagai pengobatan COVID-19. Ia juga diberi obat untuk mengurangi peradangan dan mengobati jangkitan bakteri. Ia tidak diberi antivirus apa pun nan saat ini digunakan untuk mengobati COVID-19, seperti Paxlovid.
Setelah dua hari perawatan, pasien tersebut tetap cegukan. Dokter kemudian memberinya klorpromazin, obat antipsikotik nan diketahui dapat merelaksasi tegang otot nan menyebabkan cegukan. Ini adalah satu-satunya pengobatan medis untuk cegukan nan disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan AS.
Setelah 12 jam, cegukan laki-laki itu akhirnya berhenti, dan klorpromazin diberikan selama dua hari setelah itu. Pasien dinyatakan negatif COVID-19 setelah 10 hari pengobatan, dan pada kunjungan tindak lanjut dua bulan kemudian, laki-laki itu melaporkan bahwa cegukannya tidak kambuh lagi.
(sao/kna)