ARTICLE AD BOX
detikai.com
Selasa, 06 Mei 2025 04:00 WIB

Jakarta, detikai.com --
Polisi mengatakan artis Jonathan Frizzy atau Ijonk buat grup WA untuk mengatur pengiriman obat keras jenis etomidate dari Malaysia.
Grup tersebut beranggotakan empat orang, ialah Jonathan (JF), BTR, EDS dan ES. Seluruh personil grup tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka kasus rokok elektrik alias vape mengandung obat keras.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari hasil pemeriksaan peralatan bukti digital terlihat nan membikin grup WA 'berangkat' ini adalah JF," kata Kapolresta Bandara Soekarno-Hatta AKBP Ronald Sipayung pada Senin (5/5).
"Di grup ini dibahas proses membawa dan mengatur agar unsur ini dibawa ke Jakarta, disiapkan tiket keberangkatan dari Jakarta ke Malaysia," ungkapnya.
Ronald membeberkan dalam proses pengiriman obat keras tersebut, Jonathan juga berkedudukan mengawasi dan mengontrol. Termasuk, saat obat keras tersebut sempat ditahan pihak Bea Cukai.
[Gambas:Video CNN]
"JF juga melakukan pengawasan dan pengontrolan, lantaran di awal masuknya peralatan ini sempat dilakukan pemeriksaan oleh Bea Cukai dan ada komunikasi-komunikasi dalam grup bahwa peralatan ini bakal diurus sehingga bisa dikeluarkan," ucap Ronald.
Dari empat tersangka itu, tiga di antaranya ialah BTR, EDS dan ES telah lebih dulu ditangkap dan ditahan interogator Satresnarkoba Polresta Bandara Soetta.
Sedangkan Jonathan baru ditetapkan sebagai tersangka berasas hasil gelar perkara pada Sabtu (3/5). Kemudian, Jonathan ditangkap pada Minggu (4/5) di wilayah Bintaro, Jakarta Selatan.
Sampai saat ini, Jonathan tetap diperiksa secara intensif oleh penyidik. Ronald turut menyebut Jonathan bersikap kooperatif meski dalam kondisi kurang sehat.
"Kami tetap menunggu sampai jam 7 malam apakah JF dilakukan penahanan alias tidak dengan mempertimbangkan segala aspek," ucap Ronald.
Dalam perkara ini, para tersangka dijerat Pasal 435 Subsider Pasal 436 ayat 2 UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Kesehatan Juncto Pasal 55 KUHP dengan ancaman penjara maksimal 12 tahun alias denda maksimal Rp5 miliar.
(dis/chri)