ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com — PT Astra Internasional Tbk adalah perusahaan nan menjadi pemimpin pasar otomotif di Tanah Air. Banyak merek di bawah Astra jadi penguasa jalanan di Indonesia, seperti Toyota, Daihatsu, Isuzu, hingga BMW.
Saat ini Astra sukses menguasai lebih dari 50% pasar otomotif di Indonesia. Willian Soerjadjaja alias Tjia Kian Liong pun tidak hanya berbisnis otomotif, tapi sayapnya semakin melebar ke sektor lain. Misalnya asuransi, tambang, perangkat berat, perkebunan kelapa sawit, hingga perbankan.
Salah satu bank nan dikendalikan Astra, ialah Bank Summa, pernah menjadi salah satu bank swasta terbaik di negeri ini di periode 1990-an. Sayangnya, nasib jelek menimpa Bank Summa hingga akhirnya gulung tikar.
Sebelum sampai gulung tikar, nama-nama konglomerat seperti Mohammad Jusuf Hamka namalain Alun Josef disebutkan memberikan support untuk menyelamatkan bank milik Astra tersebut/
Richard Borsuk dan Nancy Chng dalam Liem Sioe Liong dan Salim Group (2016) menyinggung urusan family Soeryadjaya di sektor perbankan.
Bank Summa nan awalnya terancam ambruk dalam sekejap bisa tumbuh besar di tangan family Soerjadjaja. Aset nan awalnya hanya Rp 200-an miliar, sejak diakuisisi Edward menjadi Rp 874 milliar. Tak hanya itu, Bank Summa sukses masuk ke dalam 10 bank swasta terbaik di Indonesia pada akhir 1990.
Namun, kejayaan itu berubah pada 1992. Bank Summa dilanda krisis. Menurut Shalendra Sharma dalam The Asian Financial Crisis: New International Financial Architecture (2003), krisis ini disebabkan lantaran memburuknya kualitas portofolio pinjaman.
Banyak kontraktor nan menerima pinjaman dari Bank Summa tercatat kandas bayar cicilan. Ditambah lagi, Bank Summa juga terlilit hutang luar negeri mencapai Rp 1,5 triliun.
Pada kondisi ini, Bank Summa berada di posisi sulit. Selama dua bulan, Bank Indonesia intens mengadakan pembicaraan dengan para pemegang saham sekaligus meminta mereka memecahkan masalah secara mandiri. Sebab, bank sentral tidak bisa memberi support untuk menyelamatkan bank tersebut.
Pada titik inilah, support mengalir kepada Bank Summa dan family Soerjadjaja. Banyak nan percaya jika Bank Summa bangkrut, bakal menimbulkan pengaruh domino besar. Jika dibiarkan negara dan bumi upaya bakal rugi.
Salah satu nan memberi support adalah penguasa keturunan Tionghoa berjulukan Mohammad Jusuf Hamka namalain Alun Josef. Dia adalah petinggi utama Dayak Besar Group, perusahaan nan berbisnis di industri kayu dan kertas di Kalimantan.
Mengutip Amir Husin Daulay dalam William Soeryadjaya: Kejayaan dan Kejatuhannya (1993), pada Maret 1992 William diberi pinjaman oleh Jusuf Hamka sebesar Rp 200 miliar untuk menyelamatkan Bank Summa.
Alasan Jusuf Hamka sama seperti nan lain, ialah sama-sama tidak mau Bank Summa memberikan pengaruh domino kepada perekonomian negara. Jadi dengan menyelamatkan upaya sahabatnya, upaya sendiri juga terselamatkan.
Selain Jusuf Hamka beberapa pengusaha lain juga tercatat memberi bantuan, seperti Prajogo Pangestu dan Eka Tjipta Widjaja. Konon dari Rp200 milliar nan dipinjamkan, biaya baru terpakai Rp100 miliar. Sisanya tak dipakai lantaran Bank Summa sudah terlanjur pailit. Bantuan nan mengalir begitu deras tetap tidak bisa menyelamatkan Bank Summa.
Di penghujung 1992, izin Bank Summa resmi dicabut. Untuk menyelamatkan duit para pengguna William mengambil keputusan paling memilukan sepanjang hidupnya: menjual 76% kepemilikan saham di Astra International nan kala itu konglomerasi terbesar kedua di Indonesia.
Sejak itu, nama William menghilang dari kepemilikan Astra. Dia kehilangan pamor sekaligus mesin pendulang uang. Terkait pinjaman Jusuf Hamka, tidak diketahui nasib setelahnya. Namun pastinya setelah kejadian itu nama Keluarga Soerjadjaja meredup.
Sedangkan, Jusuf Hamka semakin naik daun sebagai pengusaha kayu nan kemudian beranjak ke sektor jalan tol dengan mempunyai PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk. (CMNP)
(mkh/mkh)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Perang Dagang! Gimana Nasib Rupiah - Prospek BI Pangkas Bunga
Next Article Daftar Konglomerat Penguasa Jalan Tol di Indonesia