Dpr Yakin Polisi Bisa Selesaikan Kasus Mbah Tupon

Sedang Trending 9 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

detikai.com, Jakarta Kasus nan dialami oleh Mbah Tupon (68) penduduk Ngentak, Bangunjiwo, menjadi perhatian. Pasalnya, perihal ini dikaitkan dengan dugaan mafia tanah nan di mana membikin tanahnya seluas 1.655 meter persegi miliknya terancam hilang.

Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni meminta pihak kepolisian dalam perihal ini Polda DIY dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional bisa menindaklanjuti perihal ini.

"Saya minta Polri dan Kementerian ATR/BPN meletakkan atensi penuh terhadap kasus ini. Jangan sampai tanah rakyat lenyap dicuri oleh mafia tanah," kata dia dalam keterangannya, Senin (28/4/2025).

Politikus NasDem ini percaya pihak Polda DIY bisa menyelesaikan dengan cepat.

"Saya percaya Polda DIY bisa selesaikan kasus ini dengan cepat," ungkap Sahroni.

Lebih lanjut, Sahroni pun menyebut kasus nan dialami Mbah Tupon bisa terjadi dengan siapa saja.

"Mereka ini rata-rata sudah tua, mahir waris, nan condong mudah ditipu dan minim pengetahuan soal persuratan," jelas dia.

Sahroni pun menegaskan, pemerintah kudu bisa memberikan edukasi ke masyarakat.

"Di satu sisi kudu edukatif terhadap masyarakat, di satu sisi kudu tegas terhadap para mafia tanah," tutup dia..

Modus Mafia Tanah

Dikutip dari laman atr.bpn.go.id, Senin (28/4/2025), Mafia tanah menggunakan beragam langkah licik untuk merebut kewenangan atas tanah orang lain secara ilegal. Beberapa modus nan umum terjadi antara lain:

1. Pemalsuan Dokumen

Mereka memalsukan arsip krusial seperti sertipikat tanah, akta jual beli, surat warisan, alias surat keterangan tanah. Dokumen tiruan ini sering tampak sah sehingga korban baru menyadari setelah kehilangan haknya.

Contoh: Sertipikat tanah original digandakan, dan jenis palsunya dijual kepada pihak ketiga.

2. Penyerobotan Tanah

Kelompok mafia kerap menduduki tanah secara bentuk tanpa izin, memanfaatkan lahan nan tidak dijaga alias kurang diawasi oleh pemiliknya. Tindakan ini sering disertai intimidasi kepada pemilik sah.

Dampaknya, pemilik sah menghadapi kesulitan mengusir pihak nan sudah menempati tanah, terutama jika melibatkan intimidasi.

3. Penguasaan Tanah Tidak Bersertipikat

Tanah nan belum bersertipikat menjadi sasaran lembek mafia tanah. Mereka menyatakan kepemilikan atas lahan tersebut, memanfaatkan lemahnya bukti norma dari pemilik aslinya.

Dampaknya, pemilik tanah susah membuktikan kepemilikan tanpa arsip nan sah.

4. Kolusi dengan Oknum Aparat alias Pejabat

Tak jarang mafia tanah bekerja sama dengan oknum aparat, pejabat pemerintah, alias pejabat kreator akta tanah (PPAT), sehingga memperlancar tindakan terlarangan mereka. Alhasil pemilik tanah nan sah kehilangan perlindungan norma lantaran korupsi di dalam sistem.

5. Penipuan Transaksi Jual Beli

Tanah dijual menggunakan arsip tiruan kepada pembeli nan tidak teliti. Akibatnya, pembeli mengalami kerugian besar lantaran tidak dapat menguasai tanah secara sah.

Selengkapnya