ARTICLE AD BOX
detikai.com, Jakarta - Cuaca pagi Jakarta pada hari ini, Selasa (29/4/2025), diprakirakan seluruh langitnya akan cerah. Demikian prediksi cuaca hari ini.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan, cuaca Jakarta pada siang hari seluruhnya diprakirakan cerah. Dan pada malam hari nanti, seluruh wilayah Jakarta diprakirakan bakal cerah.
Selain itu, untuk wilayah penyangga Kota Jakarta, ialah Bekasi, Jawa Barat diprakirakan pagi hingga malam bakal cerah.
Di wilayah Depok dan Kota Bogor, Jawa Barat, pagi cerah berawan dan berawan, siang cerah dan turun hujan dengan intensitas ringan, lampau pada malam hari bakal cerah.
Kemudian, di wilayah Kota Tangerang, Banten, diprediksi pagi hari diprediksi cerah berawan, lampau siang dan malam diprakirakan berawan.
Berikut info prakiraan cuaca Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) selengkapnya nan dikutip detikai.com dari laman resmi BMKG www.bmkg.go.id:
Kota | Pagi | Siang | Malam |
Jakarta Barat | Cerah | Cerah | Cerah |
Jakarta Pusat | Cerah | Cerah | Cerah |
Jakarta Selatan | Cerah | Cerah | Cerah |
Jakarta Timur | Cerah | Cerah | Cerah |
Jakarta Utara | Cerah | Cerah | Cerah |
Kepulauan Seribu | Cerah | Cerah | Cerah |
Bekasi | Cerah | Cerah | Cerah |
Depok | Cerah Berawan | Cerah | Cerah |
Kota Bogor | Berawan | Hujan Ringan | Cerah |
Tangerang | Cerah Berawan | Berawan | Berawan |
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menegaskan bahwa cuaca panas nan terjadi di Indonesia akhir-akhir ini bukanlah akibat gelombang panas alias heatwave.
Kenapa Udara Tetap Panas Saat Musim Hujan?
Banyak orang bertanya-tanya, kenapa saat hujan turun nyaris setiap hari, cuaca justru terasa lebih panas dan gerah dari biasanya? Bukankah semestinya hujan membikin udara menjadi lebih sejuk dan segar? Nyatanya, kejadian cuaca nan satu ini bukanlah perihal nan aneh, dan rupanya ada argumen ilmiah di baliknya.
Salah satu penyebab utama udara terasa panas saat musim hujan adalah tingginya kelembapan. Ketika hujan turun, air menguap kembali ke udara dan menyebabkan tingkat kelembapan meningkat drastis.
Akibatnya, tubuh kita kesulitan mengeluarkan keringat melalui penguapan, padahal itu adalah sistem alami tubuh untuk menurunkan suhu. Karena penguapan terganggu, kita pun merasa gerah dan tidak nyaman, meskipun suhu sebenarnya tidak terlalu tinggi.
Tak hanya itu, tutupan awan nan tebal pada musim hujan juga memainkan peran besar. Awan-awan ini tidak hanya membawa hujan, tetapi juga memerangkap panas nan dipancarkan dari permukaan bumi. Alih-alih membiarkan panas lepas ke atmosfer, awan menyimpannya di sekitar kita, terutama saat malam hari.
Akibatnya, suhu udara tetap hangat apalagi setelah hujan reda. Fenomena ini juga diperparah oleh kondisi lingkungan di wilayah perkotaan. Permukaan jalan, gedung, dan beton menyerap panas sepanjang hari dan melepasnya perlahan di malam hari. Inilah nan dikenal dengan istilah urban heat island, alias pulau panas perkotaan.
Di sisi lain, perubahan suasana dunia juga ikut berperan. Pemanasan dunia telah mengacaukan pola cuaca alami, termasuk musim hujan. Suhu nan lebih tinggi di seluruh bumi membikin intensitas hujan meningkat, namun tidak serta merta menurunkan suhu udara.
Justru kombinasi hujan dan panas inilah nan menciptakan cuaca lembap dan gerah seperti nan kita rasakan sekarang. Terakhir, minimnya vegetasi di sekitar kita juga menjadi aspek nan tidak boleh diabaikan. Pohon dan tanaman sebenarnya mempunyai peran krusial dalam menyejukkan udara, baik melalui proses transpirasi maupun sebagai peneduh alami.
Ketika ruang hijau semakin berkurang, panas pun lebih mudah terserap dan tertahan di lingkungan, menyebabkan udara makin terasa panas meski hujan turun.
Efek Rumah Kaca dan Polusi Udara
Seiring berkembangnya era dan semakin majunya peradaban manusia, tantangan terhadap kelestarian lingkungan pun semakin kompleks. Di antara beragam persoalan nan dihadapi bumi saat ini, dua rumor nan sangat erat kaitannya dan mempunyai akibat serius terhadap kehidupan manusia adalah pengaruh rumah kaca dan polusi udara. Kedua kejadian ini menjadi penyebab utama perubahan suasana dunia nan sekarang semakin susah untuk diabaikan.
Apa Itu Efek Rumah Kaca?
Efek rumah kaca adalah proses alami nan sebenarnya krusial untuk menjaga suhu bumi agar tetap hangat dan layak huni. Namun, aktivitas manusia dalam beberapa dasawarsa terakhir telah memperparah proses ini. Ketika gas-gas seperti karbon dioksida (CO₂), metana (CH₄), dan dinitrogen oksida (N₂O) dilepaskan ke atmosfer dalam jumlah berlebihan—umumnya dari pembakaran bahan bakar fosil, industri, pertanian, serta deforestasi—maka gas-gas tersebut membentuk "selimut" nan memerangkap panas matahari. Akibatnya, suhu rata-rata bumi meningkat secara signifikan dan memicu pemanasan global.
Pemanasan dunia sendiri telah menyebabkan beragam akibat serius, mulai dari mencairnya es di kutub, naiknya permukaan air laut, hingga perubahan cuaca ekstrem nan tak bisa diprediksi. Ini semua merupakan akibat langsung dari pengaruh rumah kaca nan tidak terkendali.
Polusi Udara: Musuh Tak Terlihat nan Mengancam Kesehatan
Bersamaan dengan meningkatnya pengaruh rumah kaca, polusi udara juga menjadi ancaman nyata bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Polusi udara terjadi ketika zat-zat rawan masuk ke atmosfer dan mencemari kualitas udara nan kita hirup. Sumber utamanya bisa berasal dari kendaraan bermotor, industri, pembakaran sampah, hingga aktivitas rumah tangga.
Zat-zat seperti karbon monoksida (CO), sulfur dioksida (SO₂), nitrogen dioksida (NO₂), serta partikel lembut (PM2.5 dan PM10) dapat menyebabkan gangguan pernapasan, memperburuk kondisi penderita asma, apalagi meningkatkan akibat penyakit jantung dan paru-paru. Polusi udara juga berkontribusi terhadap pembentukan smog dan hujan asam, nan tidak hanya merusak kesehatan, tapi juga mempercepat kerusakan lingkungan.