ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com - Bandara baru nan megah di Pakistan tengah menjadi sorotan. Bagaimana tidak, Bandara Internasional New Gwadar itu rupanya tidak mempunyai penumpang.
Terletak di kota pesisir Gwadar, Pakistan dan rampung pada Oktober tahun lalu, airport megah ini terlihat kontras sekali dengan Balochistan nan berada di sekitarnya nan terbelakang dan miskin.
Bandara ini sepenuhnya dibiayai oleh China sebesar US$ 240 juta alias sekitar Rp 4 triliun. Tidak ada nan tahu, kapan Bandara Internasional New Gwadar bakal dibuka untuk umum.
Foto: Bandara Gwadar International Airport. (Facebook/New Gwadar International Airport)
Bandara Gwadar International Airport. (Facebook/New Gwadar International Airport)
Menurut laporan CNN, selama satu dasawarsa terakhir, China telah menggelontorkan duit ke Balochistan dan Gwadar sebagai bagian dari proyek berbobot miliaran dolar nan menghubungkan provinsi Xinjiang di bagian barat dengan Laut Arab, nan disebut Koridor Ekonomi China-Pakistan alias CPEC.
Pihak berkuasa memuji proyek ini sebagai proyek transformasional, tetapi hanya ada sedikit bukti perubahan di Gwadar. Kota ini tidak terhubung dengan jaringan listrik nasional. Adapun listrik nan mengaliri kota tersebut berasal dari negara tetangga Iran alias panel surya. Gwadar juga tak mempunyai cukup air bersih.
Bandara dengan kapabilitas 400.000 penumpang itu bukanlah prioritas bagi 90.000 masyarakat kota tersebut.
"Bandara ini bukan untuk Pakistan alias Gwadar. Bandara ini untuk China, agar mereka dapat memberikan akses nan kondusif bagi warganya ke Gwadar dan Balochistan," kata Azeem Khalid, master hubungan internasional nan mengkhususkan diri dalam hubungan Pakistan-China.
Terjebak di antara militan dan militer
Foto: Bandara Gwadar International Airport. (Facebook/New Gwadar International Airport)
CPEC telah memicu pemberontakan selama puluhan tahun di Balochistan nan kaya sumber daya alam dan berlokasi strategis. Para separatis, nan merasa dirugikan dan menyebut proyek tersebut sebagai corak pemanfaatan dengan mengorbankan masyarakat setempat, berjuang untuk kemerdekaan dengan menargetkan pasukan Pakistan dan pekerja China.
Anggota minoritas etnis Baloch di Pakistan mengatakan mereka jadi korban diskriminasi pemerintah. Namun, tuduhan itu dibantah pemerintah.
Pakistan, nan mau melindungi investasi China, menambah jumlah militernya di Gwadar untuk memerangi perbedaan pendapat. Kota ini dipenuhi pos pemeriksaan, kawat berduri, pasukan militer, barikade, dan menara pengawas.
Banyak masyarakat setempat nan bingung
"Dulu tidak ada nan bertanya ke mana kami pergi, apa nan kami lakukan, dan siapa namamu. Dulu kami suka piknik semalaman di pegunungan alias wilayah pedesaan," kata Khuda Bakhsh Hashim, masyarakat original Gwadar nan berumur 76 tahun.
"Kami diminta untuk membuktikan identitas kami, siapa kami, dari mana kami berasal. Kami masyarakat sini. Mereka nan bertanya kudu mengidentifikasi diri mereka sendiri, siapa mereka," tambahnya.
Hashim mengenang kenangan, saat Gwadar tetap menjadi bagian dari Oman, bukan Pakistan, dan menjadi tempat persinggahan bagi kapal penumpang nan menuju Mumbai. Menurut dia, dulu penduduk Gwadar tak pernah kekurangan makanan dan tidak ada kekurangan air minum.
Namun, air di Gwadar sekarang telah mengering lantaran kekeringan dan pemanfaatan nan tidak terkendali. Begitu pula dengan lapangan pekerjaannya.
Pemerintah mengatakan CPEC telah menciptakan sekitar 2.000 pekerjaan lokal, tetapi tidak jelas siapa nan mereka maksud dengan lokal dan masyarakat Baloch alias penduduk Pakistan dari tempat lain di negara itu. Terkait perihal ini, pihak berkuasa tidak menjelaskan lebih lanjut.
Hanya ada satu rute komersial nan beraksi dari airport domestik Gwadar, tiga kali seminggu ke Karachi, kota terbesar Pakistan.
Tidak ada penerbangan langsung ke ibu kota provinsi Balochistan, Quetta, ratusan mil ke pedalaman, alias ibu kota nasional Islamabad, apalagi lebih jauh ke utara. Jalan raya pesisir nan bagus hanya mempunyai sedikit fasilitas.
(hsy/hsy)
Saksikan video di bawah ini: