Ada Tarif Trump, Kkp Fokus Perluas Ekspor Tuna Ke Timur Tengah-china

Sedang Trending 3 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donal Trump nan mengenakan tarif timbal kembali sebesar 32% ke Indonesia dinilai bakal berakibat terhadap daya saing ekspor Indonesia ke AS. Terutama terhadap produk-produk perikanan laut, termasuk tuna. Meskipun saat ini tarif tersebut tetap ditangguhkan.

Staf Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Ekonomi Sosial dan Budaya⁠ Trian Yunanda mengatakan AS tetap menjadi tujuan utama eskpor tuna saat ini. Tercatat pada nilai ekspor hasil produksi perikanan nasional mencapai US$ 5,95 miliar 2024.

Ia mengatakan dari hasil tersebut, produk tuna menjadi nomor dua penyumbang terbesar setelah udang. Di mana produk udang sebesar US$ 1,68 miliar, sementara tuna, tongkol, cakalang sebesar Rp US$ 1,3 miliar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tuna cakalang tongkol ini dengan volume sebesar 278 ribu ton menghasilkan nilai sekitar US$ 1,03 miliar, alias sekitar Rp 16,7 triliun," kata Trian dalam aktivitas dalam Bincang Bahari KKP, Rabu (30/4/2025).

Lantas apakah tarif kebijakan tarif Trump bakal berakibat terhadap ekspor produk tuna?

Trian tidak menjelaskan secara gamblang mengenai akibat dari kebijakan tarif Trump terhadap produk tuna. Ia mengatakan pihaknya saat ini tengah konsentrasi memperluas pasar baru untuk produk tuna.

Misalnya pasar Uni-Eropa, Jepang, negara-negara Timur Tengah, Afrika, hingga China. Hal ini krusial agar produk unggulan ekspor Indonesia tidak hanya satu pasar.

"Saya kira kita bakal lakukan diversifikasi pasar. nan pentingnya akses pasar. Besok juga tanggal 5 sampai dengan 8 itu jika nggak salah ada Seafood Expo Market juga di Barcelona. Itu ada kelak Pak Dirjen Penguatan daya saing datang di sana. Ini salah satu kaitan dengan masalah diversifikasi pasar tadi itu," katanya.

Selain ekspansi pasar, Trian mengatakan pentingnya peningkatan mutu dari produk tuna Indonesia saat ini. Hal ini krusial dilakukan untuk memenuhi standar mutu internasional dari produk tuna.

Ia mengatakan, perlu juga adanya peremajaan kapal penangkap ikan di Indonesia tetap berbahan kayu. Hal ini menjadi krusial dalam upaya Indonesia memperoleh approval number dari pasar global, khususnya Uni Eropa nan dikenal ketat dalam pengawasan mutu dan legalitas produk.

"Yang terpenting tadi ya kita gimana bisa memberikan added value kepada produk kita tadi. Jadi jangan ya sekedar kita menangkap kemudian dibekukan. Tapi gimana dari sisi kualitas ya baik itu nan mengenai dengan mutu maupun legalitas dari produk ini," katanya.

(rrd/rrd)

Selengkapnya