ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com --
Presiden Amerika Serikat Donald Trump membuka kemungkinan untuk menghadiri pertemuan antara Rusia dan Ukraina nan direncanakan berjalan di Turki, Kamis (15/5).
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky telah mengonfirmasi kehadirannya, namun hingga kini, belum ada kepastian apakah Presiden Rusia Vladimir Putin bakal turut hadir.
Pertemuan ini sebelumnya diusulkan oleh Putin sendiri, menyusul ultimatum dari sekutu-sekutu Eropa Ukraina nan menuntut gencatan senjata tanpa syarat selama 30 hari, alias Rusia bakal menghadapi hukuman tambahan. Namun, Kremlin tetap menutup rapat info soal kehadiran Putin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menyatakan keputusan bakal diumumkan "saat presiden menganggap perlu."
"Begitu presiden menganggapnya perlu, kami bakal mengumumkannya," ujar Peskov kepada wartawan, Selasa (13/5) disitat dari CNN.
Di sisi lain, Zelensky menyatakan kesiapannya berjumpa langsung dengan Putin di Turki. Namun, dia menegaskan bahwa tidak bakal menemui delegasi Rusia mana pun jika Putin tidak hadir.
"Presiden tidak dapat berjumpa dengan siapapun selain orang nan betul-betul membikin keputusan," kata penasehat kepresidenan Ukraina, Mykhaylo Podolyak, dalam sebuah aktivitas di kanal YouTube milik wartawan Rusia Aleksandr Plyushchev.
Podolyak menambahkan bahwa satu-satunya sosok nan bisa membikin keputusan soal perang di Rusia adalah Putin. Sementara itu, AS juga telah menyatakan kesiapannya bertindak sebagai mediator utama, sehingga kehadiran tokoh pengambil keputusan dari masing-masing pihak menjadi krusial.
Trump sendiri belum memastikan kehadirannya, meski beberapa pejabat tinggi pemerintahannya dijadwalkan berada di Turki pekan ini. Seorang pejabat senior AS menyebut keputusan Trump bakal sangat berjuntai pada apakah Putin memutuskan untuk datang alias tidak.
Saat ini, Trump tengah melakukan kunjungan ke Timur Tengah, termasuk Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Qatar, dalam lawatan luar negeri perdananya sejak menjabat di periode kedua.
"Saya pikir mungkin bakal ada hasil nan baik dari pertemuan hari Kamis antara Rusia dan Ukraina di Turki," ujar Trump di Gedung Putih, Senin (12/5).
"Saya belum tahu bakal berada di mana hari Kamis. Jadwal saya padat. Tapi saya mempertimbangkan untuk terbang ke sana jika saya merasa itu bisa membantu."
Tak lama setelah pernyataan itu, Zelensky menyambut baik support Trump dan berambisi kehadiran langsung sang presiden AS.
"Adalah perihal nan krusial bahwa Presiden Trump mendukung penuh pertemuan ini. Kami mau beliau bisa meluangkan waktu untuk datang di Turki," kata Zelensky dalam pidato malamnya.
Pertemuan langsung antara Presiden Rusia dan Ukraina terakhir kali terjadi pada awal invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina pada 2022.
Pekan lalu, negara-negara Eropa nan menjadi sekutu Ukraina menyampaikan ultimatum, Rusia kudu menyetujui gencatan senjata tanpa syarat selama 30 hari alias bakal menghadapi gelombang hukuman baru.
Trump telah mendukung inisiatif tersebut dan memperingatkan bahwa AS serta mitranya siap menjatuhkan hukuman tambahan jika Rusia tidak mematuhi gencatan senjata. Namun, dalam langkah terbarunya, Trump tak lagi menjadikan gencatan senjata sebagai prasyarat pertemuan, menandai perubahan pendekatan nan cukup drastis.
Kremlin menyatakan bahwa Putin serius mencari solusi damai, namun belum memberikan rincian lebih lanjut.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov juga telah berbincang via telepon dengan Menlu Turki, Hakan Fidan, mengenai rencana pertemuan ini. Namun pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri Rusia tak menyebut apakah Putin bakal datang secara langsung.
Zelensky menyayangkan sikap tak bersuara Moskow terhadap beragam usulan gencatan senjata.
"Ukraina selalu mendukung diplomasi. Saya siap datang di Turki. Sayangnya, bumi belum mendapatkan jawaban jelas dari Rusia atas beragam usulan gencatan senjata," kata Zelensky.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah menyatakan kesiapan penuh negaranya untuk menjadi tuan rumah. Erdogan juga telah berbincang dengan Zelensky dan Putin secara terpisah.
"Kontak terakhir ini membuka jendela kesempatan baru. Kami berambisi kesempatan ini tidak disia-siakan," kata Erdogan dalam pernyataan terpisah.
Pemerintahan Trump sendiri mengaku semakin kekecewaan memandang belum ada kemajuan berfaedah dalam upaya perdamaian. Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, apalagi memperingatkan bahwa jika tidak ada perkembangan signifikan, "AS kudu mulai bergerak ke arah lain."
(tst/mik)
[Gambas:Video CNN]