ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Nurul Ichwan buka-bukaan di kembali hengkangnya LG dari proyek investasi baterai kendaraan listrik di Indonesia. Nilai proyek tersebut diketahui mencapai 11 triliun won alias US$ 7,7 miliar alias Rp 129 triliun.
Nurul menjelaskan, mundurnya LG lantaran Undang-undang (UU) Pengurangan Inflasi Amerika Serikat (AS) alias Inflation Reduction Rate (IRA). Kebijakan itu berpotensi membikin olahan nikel asal Indonesia dikucilkan di pasar AS.
IRA bermaksud mengatasi inflasi dan perubahan suasana melalui beragam insentif dan investasi, terutama di sektor daya bersih dan lingkungan. Aturan itu sah jadi undang-undang pada 2022 alias masa pemerintahan Joe Biden, sementara kesepakatan awal LG dengan Indonesia terjadi tahun 2020.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ketika LG mau melakukan investasi di Indonesia di awal, belum ada kebijakan IRA Joe Biden. Itu sasaran investasi mereka di Indonesia adalah, bahwa Indonesia sebagai negara penghasil nikel terbaik, mereka punya teknologi salah satu nan terbaik dari produk baterai listrik, maka kemudian dia bakal berinvestasi di Indonesia," ujarnya dalam detikaicom Indonesia Investment Talk Series di Jakarta, Rabu (30/4/2025).
Awalnya, LG melakukan hilirisasi sampai memproduksi prekursor dan katoda nan rencananya diekspor ke AS untuk memenuhi permintaan kendaraan listrik. Namun, adanya IRA membikin LG kudu berbilang ulang sehingga mempengaruhi realisasi investasinya di Indonesia.
"Tapi lantaran kemudian keluar IRA nan berupa pemberian insentif nan berupa pemberian insentif untuk pembelian mobil dan pemberian insentif untuk mereka nan berinvestasi di dalam Amerika," tutur Nurul.
"Maka ini memunculkan respons dari perusahaan bahwa jika demikian saya berinvestasi di Indonesia, sasaran (pasar) saya Amerika, tapi kemudian mereka melakukan restriksi terhadap itu, tidak masuk logika bagi saya berinvestasi dengan kapabilitas seperti awal di Indonesia," sambungnya.
Nurul menilai keputusan LG mundur dari proyek di Indonesia murni atas kalkulasi logis dan tidak ada kaitannya dengan suasana investasi di Tanah Air. Pasalnya jika memaksakan investasi di Indonesia, maka LG tidak bisa memenuhi sasaran pasar di AS.
"Bagaimana mereka tetap mau investasi di Indonesia dengan kapabilitas nan sama sementara at the same time mereka kudu investasi di Amerika lantaran jika nggak bisa di Amerika market-nya nggak bisa dipenuhi. Maka kemudian dia kemudian dia investasi US$ 4,3 miliar di sana, nan awalnya itu bisa digunakan untuk investasi di Indonesia," tutupnya.
(ily/ara)