ARTICLE AD BOX
detikai.com, Jakarta - Kementerian HAM mengungkap indikasi pelanggaran norma dan kewenangan asasi manusia (HAM) nan dialami eks pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI). Temuan ini merupakan hasil penyelidikan awal berdasar pengaduan eks pemain OCI dan menelaah arsip rekomendasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada tahun 1997 silam.
Direktur Jenderal Pelayanan dan dan Kepatuhan Kementerian HAM, Munafrizal Manan, menyampaikan terdapat dugaan pelanggaran terhadap hak-hak anak, antara lain kewenangan untuk mengetahui asal usul, memperoleh pendidikan, serta mendapat perlindungan keamanan dan agunan sosial nan layak.
"Berdasarkan kronologis nan disampaikan oleh Pengadu dan rekomendasi nan dikeluarkan Komnas HAM pada tahun 1997, Kementerian HAM beranggapan adanya dugaan pelanggaran norma dan kewenangan asasi manusia dalam kasus ini," kata Munafrizal kepada wartawan, Rabu (7/5/2025).
Dia mengatakan, dugaan pelanggaran ini berangkaian dengan praktik penyerahan anak nan disebut dilakukan sejak awal dasawarsa 1970-an.
Anak-anak nan tetap berumur 2 hingga 6 tahun diduga diserahkan kepada OCI untuk dibina menjadi pemain sirkus. Namun, sebagian besar dari mereka tidak mengetahui asal usul keluarganya.
"Sejak ditampung oleh OCI, sebagian besar pemain sirkus tidak mengetahui kejelasan asal-usul keluarganya, siapa orang tuanya, dan hubungan kekeluargaannya," ujar dia.
Sebelumnya, Kementerian Hak Asasi Manusia menyampaikan sejumlah rekomendasi nan ditujukan kepada sejumlah lembaga negara, seperti Komnas HAM, Bareskrim Polri, hingga Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA).
Rekomendasi ini merupakan sebagai tindaklanjut dari laporan nan diterima kementerian HAM atas dugaan penyiksaan dan pemanfaatan nan dialami oleh mantan pemain Oriental Circus Indonesia (OCI).
Direktur Jenderal Pelayanan dan dan Kepatuhan Kementerian HAM, Munafrizal Manan, menyampaikan pihaknya mendorong Komnas HAM untuk menelusuri kemungkinan adanya pelanggaran HAM berat masa lampau serta potensi pertanggungjawaban korporasi atas dugaan pelanggaran tersebut.
"Melakukan penyelidikan berasas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 untuk menilai ada/tidak ada dugaan Pelanggaran HAM nan Berat Masa Lalu atas kasus ini; alias sekurang-kurangnya melakukan penelitian untuk menjajaki kemungkinan adanya petunjuk dugaan Pelanggaran HAM nan Berat Masa Lalu dan kemudian menyampaikan hasilnya kepada publik," ungkapnya.
Rekomendasi untuk Bareskrim Polri
Selain kepada Komnas HAM, Munafrizal menyampaikan, rekomendasi juga disampaikan kepada Bareskrim Polri dengan konsentrasi pada dugaan tindak pidana. Dia mendorong kepolisian melakukan penyelidikan secara menyeluruh seperti menggali pengalaman para pemain OCI.
"Melakukan pemeriksaan atas adanya dugaan tindak pidana atas kasus ini dengan bertitik tolak pengungkapan pada apa nan dialami oleh mantan pemain sirkus OCI generasi-generasi akhir; Melakukan pemeriksaan untuk memastikan kapan secara de facto OCI berakhir beraksi dalam pagelaran intermezo sirkus guna memastikan tempus delicti pertanggungjawaban atas kasus ini," ujar dia.
"Ketiga, meminta kepada pihak pendiri dan pemilik OCI untuk memberikan dokumen-dokumen penyerahan/pengambilalihan anak-anak guna keperluan pengungkapan/penelusuran identitas diri dan asal usul family para mantan pemain sirkus OCI. Keempat, melakukan pembeberan perkara dalam penangan kasus ini dan menyampaikan hasilnya kepada publik," dia menambahkan.
Dia mengatakan, Kementerian HAM juga memberikan perhatian pada aspek pemulihan psikologis korban. Dia meminta agar KemenPPPA memfasilitasi pemulihan psikologis korban. Trauma healing menjadi bagian krusial dalam pemenuhan hak-hak anak dan wanita korban eksploitasi, serta pemulihan menyeluruh pascakejadian.
"Kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak: Memfasilitasi trauma healing terhadap mantan pemain sirkus OCI sebagai corak penyelenggaraan penanganan perlindungan kewenangan wanita dan perlindungan anak," ucap dia.
Opsi Pembentukan TGPF
Lebih lanjut, Dia menjelaskan, rekomendasi terakhir membuka opsi pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF), nan keberadaannya memerlukan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Terakhir pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) atas dasar adanya permintaan resmi DPR RI terlebih dulu berasas hasil konklusi tertulis dalam Rapat DPR RI," ucap dia.
Munafrizal mengatakan, rekomendasi ini tidak bertindak wajib bagi Komnas HAM mengingat lembaga tersebut berkarakter independen.
Lebih lanjut, Kementerian HAM mengusulkan beberapa pendekatan penyelesaian kasus, mulai dari sistem pelanggaran HAM berat, jalur pidana dan perdata, hingga pendekatan restoratif dan mediasi. Namun, dia mengakui tantangan utama adalah waktu kejadian nan sudah cukup lama.
"Kementerian Hak Asasi Manusia bersedia membersamai para Pengadu menyampaikan laporan ke Polri," ujar dia.
Sebagai langkah jangka panjang, dia mengatakan perlunya izin nan mengatur tata kelola industri hiburan, khususnya upaya intermezo berbasis sirkus, untuk mencegah terulangnya peristiwa serupa di masa mendatang.
"Perlu ada izin nan mengatur tata kelola upaya hiburan, khususnya upaya intermezo sirkus guna mencegah terulangnya kasus semacam ini pada masa mendatang," tandas dia.
OCI Bantah Lakukan Kekerasan dan Eksploitasi Pemain Sirkus
Sebelumnya, Pengelola sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) nan juga pengelola Taman Safari Indoensia (TSI) membantah melakukan eksploitasi dan kekerasan kepada para pemain sirkus di era 70-80an.
Hal itu disampaikan pengelola TSI, Jansen Manangsang, dalam rapat berbareng eks pemain sirkus di Komisi III DPR, Senin (21/4/2025).
"Saya mau penjelasan dulu, tidak sepihak lantaran kita sekarang dirugikan dengan buletin di media nan tidak bisa dipertanggungjawabkan," kata Jansen.
Jansen meminta Komisi III tidak hanya mendengar penjelasan para mantan pemain sirkus saja. "Kami minta komisi III ada keadilan. Kami juga punya tenaga kerja 5.000, tentu kita juga iba untuk semuanya juga penduduk sekitar," kata Jansen.
"Perkenankan saya agar imbang, lantaran selama ini kami bungkam. Jangan hanya sepihak kami dirugikan, saya bawa dua contoh," sambungnya.
Jansen mencontohkan kasus eks pemain sirkus berjulukan Ida nan mengalami kecelakaan kerja dan tim Oriental Circus Indonesia mengurus operasi di rumah sakit.
"Satu, mengenai Ida, tuduhan kepada kami menelantarkan Ida. Memang Ida alami kecelakaan kerja, bahwa namanya sirkus memang penuh resiko. Saya sendiri sakit juga pinggang, saya main akrobat, pak. Namun kami punya bukti waktu jatuh kami langsung pakai peswat Garuda. Pada tanggal itu juga dibawa ke Rumah Sakit Sumber Waras. Ada juga buktinya, itu operasi Rp39 juta, tentu berat sekali," jelasnya.
Ia mengingatkan agar eks pemain sirkus tidak asal menuding. "Supaya ada perimbangan. Pelapor jangan sembarangan, kita negara hukum," kata Jansen.