Surya Paloh Bilang Penghapusan Ambang Batas Capres Tidak Tepat: Terjebak Pada Euforia Demokrasi

Sedang Trending 2 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX
  • Berita

  • Politik

Jumat, 14 Februari 2025 - 16:48 WIB

Jakarta, detikai.com - Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh menilai penghapusan ambang batas minimal pencalonan presiden alias presidential threshold dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak tepat.

Penghapusan presidential threshold merujuk amar Putusan MK No 62/PUU-XXII/2024 nan dibacakan pengadil di Ruang Sidang MK, Jakarta, Kamis, 2 Januari 2025.

"Tidak tepat itu presidential threshold di nolkan ya. Dari awal ya, itu diatur. Memang harapannya juga ada keputusannya," kata Surya di NasDem Tower, Jakarta, Jumat, 14 Februari 2025.​​​​​​​

Presidential threshold adalah periode pemisah minimal nan kudu dipenuhi oleh partai politik alias campuran partai untuk mencalonkan kandidat presiden dan wakil presiden. Dalam patokan lama, parpol alias koalisi kudu mempunyai 20 persen bangku di DPR alias 25 persen bunyi sah nasional dalam pemilu legislatif.

Paloh mengatakan, jika persentase presidential threshold 20 persen itu tidak tepat mestinya bisa dibahas lebih lanjut. Bukan menghapusnya dengan menjadi 0 persen. Sebab, tujuan utamanya adalah kerakyatan Indonesia nan melangkah efektif.

"Bukan hanya terjebak pada euforia kerakyatan untuk demokrasi, tapi kerakyatan untuk pembangunan nan menuju ke arah cita-cita kemerdekaan kita," ujar Paloh.

Ilustrasi logo Mahkamah Konstitusi.

Sementara, Surya menuturkan kewenangan semua orang untuk mengusung pasangan calon di Pilpres 2029 tanpa adanya presidential treshold.

Meski demikian, dia mengaku tak pernah membayangkan jika ada 50 lebih bakal capres nan mendaftar.

Dia pun tak menutup kemungkinan ihwal seperti itu dapat terjadi. Hal ini mengingat lantaran tak adanya presidential threshold mampu membikin 70 hingga 80 partai lulus pemilu.

Sebelumnya, MK memutuskan penghapusan presidential threshold 20 persen lantaran dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis.

MK dalam putusannya menilai presidential threshold nan diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 menutup dan menghilangkan kewenangan konstitusional parpol peserta pemilu nan tak punya persentase bunyi sah secara nasional alias persentase jumlah bangku di DPR pada pemilu sebelumnya untuk mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden.

MK juga mempelajari bahwa arah pergerakan politik Indonesia condong selalu mengupayakan setiap Pilpres hanya diikuti dua pasangan calon.

Menurut MK, kondisi ini memicu masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi sehingga bisa menakut-nakuti keutuhan Indonesia jika tak diantisipasi.

Maka itu, MK menyatakan presidential threshold nan ditentukan dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tak hanya bertentangan dengan kewenangan politik dan kedaulatan rakyat, tapi juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan nan tidak dapat ditoleransi. (Ant)

Halaman Selanjutnya

Sementara, Surya menuturkan kewenangan semua orang untuk mengusung pasangan calon di Pilpres 2029 tanpa adanya presidential treshold.

Halaman Selanjutnya

Selengkapnya