Sleeping Prince Saudi 'tidur' Selama 20 Tahun, Bisakah Pasien Bangun Dari Koma?

Sedang Trending 1 hari yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Pangeran Al-Waleed bin Khaled bin Talal dari Arab Saudi, nan dikenal sebagai 'Sleeping Prince', memasuki usia 36 tahun pada 18 April 2025. Tahun ini juga menandai dua dasawarsa Pangeran Arab ini dalam kondisi koma.

Pangeran Al-Waleed bin Khaled bin Talal telah koma sejak tahun 2005 akibat mengalami perdarahan otak akibat kecelakaan mobil saat belajar di perguruan tinggi militer di London. Sejak saat itu, dia menggunakan ventilator dan berada di bawah pengawasan medis nan konstan.

Saat ini, sang 'Sleeping Prince' dirawat di King Abdulaziz Medical City di Riyadh, di bawah perawatan tim medis spesialis. Meskipun para mahir menganggap pemulihan setelah koma nan berkepanjangan tidak mungkin terjadi, beberapa orang berambisi bahwa terobosan medis di masa mendatang dapat membawa perubahan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seseorang nan koma terkadang dapat terbangun setelah berbulan-bulan, bertahun-tahun, alias apalagi puluhan tahun setelah mereka pingsan. Salah satu kasus terlama adalah kasus Munira Abdulla, seorang wanita nan mengalami koma setelah kecelakaan mobil pada tahun 1991 dan terbangun 27 tahun kemudian.

Namun, apa nan membikin seseorang terbangun dari koma, keadaan tidak sadarkan diri nan berkepanjangan?

"Jawaban singkatnya adalah kita tidak betul-betul tahu," kata Martin Monti, seorang guru besar ilmu jiwa di Universitas California, Los Angeles (UCLA) nan mempelajari koma kepada Live Science.

"Itulah sebabnya kita tetap belum mempunyai banyak intervensi untuk membantu orang pulih," sambung dia.

Next: Bagaimana koma bisa terjadi?

Koma terjadi ketika otak terganggu, baik lantaran cedera, peradangan alias infeksi. Sebelum seseorang bangun dari koma, otaknya perlu pulih terlebih dulu dengan menumbuhkan kembali neuron nan rusak alias memperluas jaringan otak lain untuk mengambil alih kegunaan otak nan cedera.

Namun, pemulihan jaringan otak ini saja tidak cukup lantaran koma memperlambat aktivitas otak. Jadi, dalam kondisi ini, jaringan otak tidak berkomunikasi seefisien biasanya. Otak mungkin memerlukan semacam dorongan awal untuk kembali antusias dan membikin seseorang bangun.

"Semua orang mempercayainya, dan itu sangat, sangat masuk akal," kata Monti tentang teori dorongan awal. "Namun, kami tidak mempunyai info nan bagus tentangnya."

Jadi, apa nan berpotensi memicu lonjakan tersebut di otak? Salah satu caranya adalah, kata Monti, master menggunakan amantadine, obat nan diyakini dapat meningkatkan jumlah dopamin di otak. Selain itu langkah lain seperti deep brain simulator sampai metode ultrasound terfokus bisa dilakukan untuk memulihkan kondisi otak pasien koma.

Secara keseluruhan, gimana dan kenapa orang terbangun dari koma, baik dengan sendirinya alias dengan support obat alias terapi, sebagian besar tetap menjadi misteri. Dan seiring para intelektual semakin dekat untuk memecahkannya, mereka mungkin dapat membangunkan orang dari koma dengan lebih cepat.

Selengkapnya