ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak ke area merah pada pembukaan perdagangan hari ini. Setelah nilainya sempat menghijau, IHSG turun ke posisi 6.433,89.
Dikutip dari info RTI, Selasa (22/4/2025) IHSG dibuka pada posisi 6.455,07. Lalu nilainya sempat naik, sebelum akhirnya sekitar pukul 09.05 turun 12,06 poin alias 0,19% ke posisi 6.433,89.
Pada perdagangan pagi ini, IHSG sempat mencapai level tertinggi di posisi 6.468,16. Nilainya juga sempat mencapai level terendah di posisi 6.428,10.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Volume transaksi tercatat 1,49 miliar dengan turnover Rp 754,02 miliar. Frekuensi transaksi tercatat 90.599 kali. Ada 191 saham nan menguat dan 208 saham nan melemah, serta 186 saham stagnan.
Dalam sepekan terakhir IHSG tercatat mengalami penguatan 1,05%, lampau dalam satu bulan terakhir pergerakannya turun 3,19%. Sedangkan tiga bulanan terakhir nilainya melemah 9,11%.
Selanjutnya pergerakan IHSG dalam 6 bulan terakhir tercatat melemah 14,52%. Kemudian secara year-to-date (YTD) melemah 9,11%, dan dalam setahun melemah 12,73%.
Sementara itu, Pada perdagangan kemarin, Senin (21/4/2024) IHSG ditutup naik +0,12% alias +7,69 poin ke level 6.445. Riset Financial Expert Ajaib Sekuritas memproyeksikan, IHSG hari ini bakal bergerak mixed dalam range 6.340-6.520.
"Adapun sentimen nan mempengaruhi pergerakan IHSG hari ini antara lain, dari dalam negeri, IHSG rebound dalam 2 hari beruntun, namun dalam fase sideways jangka pendek. Kondisi pelaku pasar nan wait and see tercermin dari terbatasnya jumlah transaksi harian," ujar Financial Expert Ajaib Sekuritas, Ratih Mustikoningsih, dalam keterangan tertulis.
Sementara itu, penanammodal asing outflow senilai Rp 686,59 miliar (21/4), jika diakumulasi sejak awal tahun (ytd) total outflow sebesar Rp 50,23 triliun. Senada dengan masifnya outflow, Rupiah JISDOR stagnan di level Rp 16.800-an per USD (21/4).
Dari domestik, BPS melaporkan surplus neraca jual beli Indonesia pada Maret 2025 sebesar US$ 4,33 miliar alias naik dari bulan sebelumnya sebesar US$ 3,10 miliar. Surplus didorong oleh komoditas non migas, seperti bijih logam, terak dan abu, nikel, besi dan baja, serta mesin dan perlengkapan elektronik. Secara keseluruhan, Indonesia tercatat surplus neraca jual beli dalam 59 bulan beruntun.
Selanjutnya dari Mancanegara, bursa Wall Street kompak melemah, indeks NASDAQ turun -2,55% dan S&P 500 -2,36% (21/4/2025). Keinginan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memaksa Jerome Powell untuk menurunkan suku kembang berakibat pada rumor pemberhentian ketua The Fed tersebut sebelum masa jabatanya berhujung pada Mei 2026.
Kemudian dari Asia, Bank Sentral China (PBoC) pada April 2025 kembali menahan suku kembang (LPR) tenor 1 tahun (jangka pendek) dan 5 tahun (jangka panjang) masing-masing sebesar 3,1% dan 3,6%. Suku kembang tersebut tetap dalam 6 bulan beruntun.
Pemerintah dalam kondisi wait and see atas akibat perang tarif Trump sebelum memberikan stimulus lebih lanjut untuk mengatasi deflasi. Sementara, menanggapi eskalasi tarif AS, pemerintah China menghentikan pendanaan kepada Private Equity (PE) nan berlokasi di AS, seperti Blackstone (NYSE:BX), TPG Inc (NASDAQ:TPG) dan Carlyle Group Inc (NASDAQ: CG).
(shc/acd)