ARTICLE AD BOX
Jakarta -
PT Pertamina Geothermal Energy Tbk melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 24 Februari 2023 dengan kode saham PGEO. Jika memandang nilai penawaran saat itu Rp 875/saham, bisa dibilang sampai sejauh ini nilai sahamnya condong flat.
Berdasarkan info perdagangan BEI, Kamis (24/4/2025), nilai saham PGEO saat ini diperdagangkan di level Rp 900/saham alias naik 35 poin (4,05%). Meski naik secara harian, dalam 6 bulan nilai saham PGEO terkoreksi 20,35% dan sepanjang tahun ini turun 4,26%.
Direktur Avere Investama Teguh Hidayat mengatakan lesunya nilai saham sejalan dengan keahlian esensial PGEO nan nyaris stagnan. Setelah IPO, pertumbuhan pendapatan dan untung perusahaan tidak signifikan, jauh di bawah ekspektasi awal saat perusahaan mencari pendanaan untuk ekspansi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dulu waktu IPO itu nan dijual oleh perusahaan untuk orang beli saham bahwa geothermal ini masa depan daya Indonesia lantaran orang ke depannya nggak bakal pakai batu bara lagi. Cuma keahlian Pertamina Geothermal itu turun, akhirnya sahamnya turun," kata Teguh saat dihubungi, Jumat (25/4/2025).
Bukan tanpa argumen keahlian Pertamina Geothermal turun. Menurut Teguh, perihal ini dikarenakan daya geothermal lebih mahal daripada baru bara sehingga tidak banyak dipilih oleh PT PLN (Persero).
"Dia itu mahal jadi nggak untung. Mahal sekalipun tetap margin untuk Pertamina kecil, jadi perusahaannya hanya bakal berkinerja bagus istilahnya jika negara lagi banyak duit," ucapnya.
"Kalau negara banyak duit, dia bakal nyuruh PLN untuk 'nggak apa beli saja dari Pertamina Geothermal', tapi kita tahu sekarang lagi nggak banyak duit dan ada proyek lain nan lebih krusial jadi kinerjanya agak turun," ucap Teguh.
Energi geothermal digadang-gadang bakal menjadi solusi strategis sebagai daya masa depan Indonesia. Kapasitas daya panas bumi ini mau digenjot sebagai upaya untuk mewujudkan pengurangan emisi karbon.
Teguh memperkirakan prospek keahlian PGEO baru bakal bagus pada beberapa tahun mendatang jika Indonesia sudah mulai dominan beranjak ke daya bersih tersebut.
"Ini kita bicara lama banget bisa sampai 10-30 tahun ke depan, mungkin baru pada saat itu ketika negara kita banyak duitnya, prospek PGEO bakal lebih baik. Untuk jangka pendek 1-2 tahun ke depan, selama ekonomi kita tetap seperti sekarang, daya murah bakal lebih diprioritaskan dalam perihal ini batu bara. Jadi prospeknya kurang bagus," tutur Teguh.
Dihubungi terpisah, Analis & Praktisi Pasar Modal Alfred Nainggolan mengatakan saham-saham emiten daya terbarukan selain BREN relatif belum cukup mendapat perhatian dari pasar, termasuk PGEO. Hal ini salah satu nan menjadi pemberat bagi peforma sahamnya.
"Biasanya pada kondisi pasar sedang volatile, saham-saham first liner alias saham-saham top of mind paling responsif mengikuti volatilitas bursa. Jadi menurut saya, saham PGEO belum mendapat sorotan besar dari bursa," ujar Alfred.
Sepanjang 2023, PGEO membukukan pendapatan sekitar US$ 406,29 juta alias tumbuh 5,2% dari tahun sebelumnya. Pertumbuhan tipis itu bersambung untuk keahlian di 2024.
Berdasarkan laporan finansial konsolidasian nan telah diaudit, PGE membukukan pendapatan sebesar US$ 407,12 juta. Meski begitu, secara perolehan untung bersih turun dari US$ 163,57 juta pada 2023 menjadi US$ 160,30 juta pada 2024.
Detikcom sudah menghubungi PGEO untuk meminta keterangan mengenai keahlian saham, namun hingga saat ini belum mendapatkan tanggapan.
(aid/rrd)