Kunci Keluarga Pengusaha Tauco Betawi Pertahankan Ciri Khas Manual

Sedang Trending 4 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Berbekal satu-dua ember olahan tauco setiap hari, family Hayati dan Safitri bisa memenuhi kebutuhan hidup. Bukan semata-mata 'berapa' nan dihasilkan dari upaya tersebut per hari, melainkan keberadaan upaya itu sendiri nan rupanya mendatangkan rejeki lewat jalan lain.

Maksudnya, dengan tekun menjalani upaya tauco rumahan ini selama bertahun-tahun, mereka akhirnya dipercaya mendapat pinjaman dari bank untuk beragam kebutuhan. Bagi Hayati dan Safitri, ini adalah 'matematika Tuhan' nan kadang berada di luar logika manusia.

Menjaga Ciri Khas Tauco Betawi Rumahan

Ditemui detikaicom di rumahnya di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Safitri baru saja selesai merebus 13 kilogram kacang kedelai nan telah dicampur dengan garam dan sereh. Adonan kecoklatan itu memenuhi satu ember biru berdiameter 70 meter. Safitri membukanya sejenak sebelum ditutup lagi untuk proses fermentasi satu hari.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bikin gini prosesnya minimal dua hari. Ngerebus sehari, seharinya lagi buat fermentasi," tutur Safitri, Rabu (23/4/2025).

Usahanya ini merupakan 'turunan' dari sang mertua, Hayati. Sebelum menikah, suami Safitri nan merupakan anak ketiga Hayati membantu sang ibu menggarap seember mini tauco tiap hari. Hasilnya dibagi dengan orang tuanya. Setelah menikah, barulah Safitri ikut terjun berbisnis tauco. Bukan membantu Hayati secara langsung, tapi menjalankan upaya tauconya sendiri di rumah orang tuanya di Parung.

"Pertama kali buka sendiri di Parung. Tapi tetap ngantarnya ke sini lantaran di Parung nggak jalan," ceritanya.

Ujung-ujungnya, Safitri dan suaminya kembali ke Kebayoran Lama dan punya rumah di Jalan Persatuan Amal Mulia. Hanya berjarak 3 kilometer dari rumah sang mertua di Jalan Madrasah. Usaha tauconya terus melangkah hingga saat ini.

Tauco nan diproduksi family mereka adalah tauco betawi. Rasanya lebih asin dan bukan asam. Sebab, tauco ini tidak pakai pengawet selain garam. Meski begitu, tauco rumahan family Hayati dan Safitri bisa memperkuat maksimal sampai 2 bulan.

"Ini memperkuat di lemari es dua bulan, tapi jika di luar lemari es seminggu 10 hari berubah rasanya asem lantaran kadar garamnya udah berubah," jelasnya.

Sekali produksi, Safitri hanya menghasilkan satu bak. Sementara mertuanya bisa menghasilkan dua bak. Satu ember saja bisa dikemas menjadi 400 balut plastik, apalagi mungkin lebih. Tauco-tauco itu diantar ke 30 pengguna di sekitar mereka, paling jauh ke Srengseng di Jakarta Barat.

Meski pelanggannya banyak, mereka tidak pernah berambisi meningkatkan volume produksi. Tetap satu-dua ember. Sebab, semuanya dikerjakan family sendiri. Safitri hanya dibantu sang suami, nan sehari-hari juga bekerja di luar rumah. Hayati kerap dibantu oleh anak-anak dan menantunya untuk mencuci kacang, merebus, dan membungkus.

Kebiasaan ini dilakukan demi mempertahankan karakter unik tauco rumahan nan digarap dengan tangan sepenuhnya. Bahkan, kata Safitri, suaminya tidak mau pakai mesin press untuk sekadar mengikat bungkusan.

"Harus pakai karet. Kalau diganti pakai mesin press, kelak lenyap karakter unik manualnya. Terus jika ikat karetnya kurang benar, kelak itu plastiknya bisa bocor," ujar Safitri.

Keluarga pengusaha tauco betawi.Keluarga pengusaha tauco Betawi. Foto: Debora Danisa Sitanggang/detikaicom

Bisnis Kecil nan Berdampak Besar

Walaupun upaya mereka kecil, terbukti kehidupan family besar Hayati dan Safitri cukup. Hayati punya 5 anak dan semuanya sudah 'jadi', sudah berfamili dan punya rumah sendiri-sendiri.

Hayati sendiri menjalankan upaya tauco rumahannya sejak tetap usai 20-an. Saat ini, Hayati berumur 63 tahun.

"Tahun 1985 udah jual beli tauco, udah 40 tahun!" kata Hayati bangga.

Produksi tauconya dilakukan di lantai 2 rumahnya. Meski masuk usia senja, Hayati tetap kuat membikin adukan tauco sendiri dan naik-naik tangga rumahnya nan cukup curam. Tapi untuk membungkus 400 lebih tauco dari satu bak saja, Hayati angkat tangan. Dia memasrahkannya pada anak dan menantunya.

"Dulu juga sempat jahit, jadi kuli jahit. Tapi berakhir lantaran capek," katanya.

Yang hari itu membantu Hayati membungkus tauco adalah anak sulungnya, Suryani. Dengan cekatan Suryani memasukkan satu sendok demi satu sendok adukan tauco ke dalam plastik. Tidak langsung diikat lantaran tetap panas.

"Kalau proses lainnya kayak cuci kacang, merebus, itu tetap agak gampang. Bungkusnya ini nan capek lantaran banyak," kelakarnya tanpa berakhir bekerja.

Menurut penuturan Safitri, Hayati merupakan mertua nan sangat murah hati dan menghargai tenaga sekecil apa pun. Makanya, dia tetap memberi bayaran untuk anak-anak dan menantunya nan membantu produksi tauconya.

Selain itu, upaya tauco mereka juga terbukti membikin mereka dipercaya bank. Safitri nan sejak awal merupakan pengguna BRI terbantu dengan adanya upaya ini. Dia jadi bisa ambil pinjaman untuk beragam keperluan.

Dipercaya Dapat Pinjaman BRI

Safitri mengaku pertama kali mengusulkan pinjaman pada 2019. Waktu itu dia mau mengembangkan upaya dengan KUR dan mendapat Rp 35 juta. Setelah dua tahun, dia mengusulkan top up untuk keperluan nan lebih besar. Yakni pembaharuan rumah. Pinjamannya pun meningkat dari KUR ke Kupedes senilai Rp 120 juta.

Tak hanya dia dan suaminya, Safitri juga membujuk personil family lain untuk ikut menjadi pengguna BRI. Mulai dari mertua, kakak ipar, adik ipar, semua akhirnya menjadi satu klaster ialah Klaster Tauco.

"Semua family saya punya angsuran di BRI. Kuncinya itu ya kita kudu punya upaya dan family kita usahanya di tauco ini," kata Safitri.

Safitri berterima kasih lantaran meskipun usahanya terbilang kecil, tapi tetap begitu dipercaya untuk mengusulkan pinjaman. nan penting, menurut dia, upaya itu kudu melangkah konsisten.

"Kalau kayak nan lain ngelihat kita upaya kayak begini kayaknya nggak mungkin deh, tapi jika BRI support. Memang nan mudah itu BRI, terus orangnya menurut saya... entah ya mungkin lantaran saya udah biasa sama orang BRI, jadi BRI udah di hati," lanjutnya.

Hayati pun merasakan perihal serupa. Dia bisa merenovasi rumahnya sehingga ada tempat lebih luas untuk usahanya dengan support pinjaman BRI. Persyaratannya pun cukup mudah diikuti oleh dirinya nan sudah lansia.

"Nggak kudu agunan macam-macam, nan krusial kita ada bukti usahanya, tertib bayarnya," kata Hayati.

Klaster tauco ini menjadi salah satu klaster nan jadi unggulan di wilayah Kebayoran Lama. Khususnya di bawah BRI Unit Rawa Belong. Kepala BRI Unit Rawa Belong Eko Sulistyo menyampaikan di wilayahnya terdapat beberapa paguyuban pengusaha kuliner. Namun, sejauh ini baru tauco nan menjadi klaster unik dalam program Klusterku Hidupku.

"Yang sudah masuk klaster itu tauco, sudah kita bina. Memang tidak besar, hanya kumpulan orang nan membikin tauco nan kemudian dikirim ke pasar. Klaster ini ada satu keluarga," jelasnya.

(des/hns)

Selengkapnya