Rupiah Sentuh Level Terburuk Sepanjang Sejarah, Ini Komentar 5 Ekonom

Sedang Trending 2 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, detikai.com - Kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat mengalami pelemahan hingga tembus di level atas Rp 16.500/US$ pada perdagangan hari ini, Jumat (27/2/2025).

Berdasarkan info Refinitiv, Rupiah telah melemah 0,79% di nomor Rp16.575/US$ pada pukul 11:11 WIB. Posisi ini merupakan nan terparah sepanjang sejarah, apalagi penurunannya melampaui masa Covid dan krisis 1998.

ASEAN Economist UOB, Enrico Tanuwidjaja mengatakan, pergerakan kurs pada hari ini tak terlepas dari menguatnya indeks dolar AS nan juga tengah menguat. Indeks dolar AS (DXY) pada pukul 08:54 WIB naik 0,04% di nomor 107,29 Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan posisi kemarin (27/2/2025) nan berada di nomor 107,24.

"DXY (indeks dolar) menguat terus," kata Enrico, Jumat (28/2/2025).

Pernyataan serupa disampaikan oleh Ekonom BCA Barra Kukuh Mamia. Menurutnya, sentimen risk off para pelaku pasar finansial terjadi lantaran memang indeks dolar tengah menguat. Penguatan indeks dolar itu tak terlepas dari kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump nan mau mempercepat penerapan kebijakan tarif ke Kanada dan Meksiko, ditambah dengan penambahan besaran tarif perdagangan ke China.

"Then info ekonomi US juga melemah, mulai ada spekulasi tentang stagflation. Sentimen risk-off juga terlihat dari DXY nan menguat," paparnya.

Ekonom Bank Danamon Hosianna Evalita Situmorang menambahkan pergerakan kurs ini juga dipengaruhi tindakan jual penanammodal asing terhadap pasar surat berbobot negara di domestik lantaran sentimen negatif mengenai beragam kebijakan baru nan diluncurkan pemerintah beberapa hari terakhir.

"Masih dari tindakan risk off penanammodal asing menyikapi penyesuaian ragam kebijakan baru di domestik, sehingga outflow tidak terhindarkan," tegasnya.

Ia menilai, salah satu kebijakan nan bisa menyelamatkan kurs rupiah saat ini adalah dengan kebijakan baru devisa hasil ekspor (DHE) nan bakal bertindak per 1 Maret 2025.

"Semoga dengan penerapan DHE nanti, ada arah perbaikan Rupiah," tutur Hosianna.

Chief Economist & Head of Research Mirae Asset Sekuritas Rully Arya Wisnubroto juga menyoroti persoalan domestik nan memicu penanammodal asing meninggalkan pasar finansial dalam negeri, hingga berujung pelemahan dalam terhadap kurs rupiah.

Ia mencatat, sepanjang February, penanammodal asing telah mencatatkan net outflows mencapai Rp 19 triliun alias sebesar US$ 1,16 miliar, melampaui net inflows SBN nan tercatat sebesar Rp 11,5 triliun alias setara US$ 706 juta).

Meski terjadi inflow di SBN, imbal hasil SBN tenor 10 tahun mengalami kenaikan lantaran akibat dari pelemahan Rupiah. Permasalahannya, kata Rully adalah kurangnya optimisme, tidak hanya domestik, tetapi juga global.

"Karena untuk saat ini sendiri nan paling menjadi kekhawatiran adalah tetap belum adanya angan pertumbuhan ekonomi nan lebih tinggi," tegas Rully.

Ekonom Maybank Myrdal Gunarto mengatakan, beban berat kebutuhan dolar di dalam negeri juga tengah tinggi saat ini, tatkala terus keluarnya aliran modal asing, hingga menyebabkan kurs rupiah kudu tertekan semakin dalam.

"Kami memandang pelemahan Rupiah juga sejalan dengan meningkatnya permintaan US Dollar dari pelaku ekonomi domestik untuk kebutuhan rutin pembayaran akhir bulan, seperti pembayaran utang dan kembang serta pembayaran peralatan impor, seperti bahan baku produksi dan peralatan konsumsi, terutama untuk menghadapi bulan puasa dan Lebaran mendatang," ucapnya.

Ia pun memperkirakan, ancaman perang tarif perdagangan antara Trump dan mitra jual beli utama lainnya juga bakal membikin koreksi Pasar Ekuitas, Obligasi Pemerintah, dan SRBI Indonesia hingga menyebabkan kurs berpotensi melemah lebih dalam hingga ke level Rp 16.576-16.747/US$.

"Kami juga memperkirakan depresiasi Rupiah nan terbatas lantaran arus keluar hot money dengan resistensi pertama dan resistensi kedua nan kuat masing-masing di 16576 dan 16747, didorong oleh persediaan devisa nan besar, surplus neraca perdagangan nan konsisten," tutur Myrdal.

Analis pasar duit nan juga merupakan President Director PT Doo Financial Futures Ariston Tjendra juga memperkirakan, kurs rupiah berpotensi tertekan hingga ke level Rp 16.700/US$ beberapa bulan ke depan lantaran beragam persoalan eksternal seperti perang tarif dan kondisi ekonomi AS hingga dan sentimen negatif di internal itu.

"Kalau lihat dari sentimen nan saat ini condong mendukung dollar AS nan tetap bertahan, tekanan terhadap rupiah tetap bisa bersambung untuk beberapa bulan ke depan. Peluang ke area Rp 16.700 tetap terbuka," paparnya.


(arj/haa)

Saksikan video di bawah ini:

Video: IHSG Anjlok Tajam Hingga Rupiah Melemah ke Rp16.300-an Per USD

Next Article Kemenangan Trump Tinggal Sejengkal, Dolar Terbang ke Rp 15.840

Selengkapnya