Respons Wamendagri Soal Dokumen Helsinki Di Sengketa Pulau Aceh-sumut

Sedang Trending 7 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

detikai.com

Senin, 16 Jun 2025 18:45 WIB

Wamendagri mengakui pentingnya arsip perjanjian Helsinki dan UU 1956 dalam menyelesaikan polemik kepemilikan empat pulau antara Aceh dan Sumut. Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto. (detikai.com/Arief Bimaputra)

Jakarta, detikai.com --

Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto mengakui pentingnya perjanjian Helsinski dan patokan perbatasan 1 Juli 1956 alias UU 1956 menjadi rujukan dalam mengatasi polemik empat pulau antara Aceh dan Sumatera Utara (Sumut).

Dua perihal itu dirujuk Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla (JK) dalam merespons polemik kepemilikan empat pulau nan melibatkan Aceh dengan Sumut.

"Kami sangat memandang apa nan disampaikan Pak Jusuf Kalla itu krusial untuk menjadi rujukan, lantaran merujuk kepada arsip Helsinki dan Undang-Undang 1956," kata Bima di Kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (16/6).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, Bima beranggapan dibutuhkan juga arsip mengenai lainnya dalam mengatasi persoalan ini.

Ia menyatakan Kemendagri bakal mendalami dan mempelajari masing-masing substansi dari dokumen-dokumen tersebut.

"Perlu kita dalami dan kita pelajari masing-masing substansi, ke arah mana petunjuk untuk kepemilikan nan lebih permanen," ujar dia nan juga dikenal sebagai politikus PAN itu.

Isu sengketa kepemilikan empat pulau belakangan mencuat dan menuai polemik. Kepemilikan keempat pulau itu menuai bentrok perebutan antara Aceh dan Sumatera Utara. Empat pulau itu adalah Pulau Mangkir Besar (juga dikenal sebagai Pulau Mangkir Gadang), Pulau Mangkir Kecil (Mangkir Ketek), Pulau Lipan, dan Pulau Panjang.

Merespons polemik itu, beberapa waktu lalu, Jusuf Kalla menyinggung dua arsip di masa lampau. JK menjelaskan ketentuan perbatasan kedua wilayah itu diatur dalam poin nomor 1.1.4 di perjanjian Helsinki pada 2005 silam.

Ia menyebut patokan perbatasan dalam perjanjian Helsinki itu merujuk ketentuan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 mengenai pembentukan wilayah otonom Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara nan diteken Presiden RI saat itu, Sukarno.

"Mengenai perbatasan itu ada di Pasal 1.1.4, mungkin bab 1, ayat 1, titik 4, nan bersuara perbatasan Aceh, merujuk pada perbatasan 1 Juli tahun 1956. Jadi, pembicaraan alias kesepakatan Helsinki itu merujuk ke situ," ujarnya dalam konvensi pers di kediamannya, Jumat (13/6).

(mnf/kid)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya