ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com - Everest, nan berdiri menjulang di perbatasan Nepal dan Tibet, China, adalah gunung tertinggi di dunia. Meski penuh bahaya, Gunung Everest selalu menjadi tujuan pendaki dunia. Kendati demikian, tidak semua pendaki sanggup menaklukkan puncak gunung tertinggi bumi itu.
Everest, nan diselimuti lapisan salju, menjulang setinggi 29.035 kaki alias sekitar lebih dari 8.800 mdpl. Setiap pendaki menantang maut dalam perjalanan selama berhari-hari demi mencapai titik tertinggi di bumi.
Lebih dari 310 orang tewas saat mendaki Gunung Everest sejak eksplorasi pertama kali dimulai pada awal 1900-an. Saking banyaknya pendaki nan meninggal, pemandangan mayit di Everest merupakan perihal sangat mudah ditemui.
"Sulit percaya apa nan saya lihat di atas sana," tulis kreator movie Everest, Elia Saikaly di IG pada Mei 2019. "Kematian. Pembantaian. Kekacauan. Antrean. Mayat dalam perjalanan."
Pada tahun 2015, longsoran salju melanda Everest, menewaskan sedikitnya 19 orang. Namun, jumlah kematian pendaki sepanjang 2023 telah melampaui nomor tersebut, apalagi tahun ini bakal menjadi tahun terpadat di Everest.
Nepal telah mengeluarkan 463 izin kepada orang nan mau mendaki Gunung Everest. Jika ditambah sherpa nan mendampingi pendaki, berfaedah ada sekitar 900 orang bakal berupaya mencapai puncak gunung tersebut pada musim pendakian 2023. Ini merupakan rekor jumlah pendakian terbanyak.
Ketika pendaki meninggal di Everest, susah untuk memulangkan jenazahnya. Menurut laporan Business Insider, mayit pendaki terakhir nan dipulangkan menghabiskan biaya puluhan ribu dolar (dalam beberapa kasus, sekitar US$70.000) alias hingga Rp1,1 miliar.
Tak hanya biayanya nan sangat mahal, prosesnya juga rawan dan bisa berakibat fatal. Dua pendaki asal Nepal tewas saat mencoba mengambil jenazah dari Everest pada tahun 1984. Karena argumen inilah, jenazah sering kali dibiarkan tergeletak di gunung.
(hsy/hsy)
Saksikan video di bawah ini: