ARTICLE AD BOX
-
-
Berita
-
Politik
Kamis, 13 Februari 2025 - 21:58 WIB
Jakarta, detikai.com – Anggota Komisi X DPR RI, Verrell Bramasta menghadiri rapat kerja berbareng Mendiktisaintek di Gedung Parlemen Jakarta. Dalam kesempatan itu, Verrell mengapresiasi langkah Kementerian dalam menghadapi pemangkasan anggaran. Namun, Verrell menyoroti point mengenai pemangkasan Tunjangan Dosen.
Komisi X DPR RI memahami adanya kesulitan dari Mendikti Saintek mengenai pemangkasan anggaran. Namun, persoalan Tukin Dosen perlu diperhatikan agar tidak terkena akibat efisiensi anggaran.
“Saya memahami adanya kesulitan Mendiktisaintek terhadap pemangkasan anggaran. Namun, saya kira persoalan hal-hal nan mengenai dengan program perlu disikapi dengan bijak. Saya mengapresiasi upaya efisiensi nan dilakukan, tetapi jangan sampai kebijakan ini justru berakibat langsung pada dosen, terutama mengenai tunjangan nan sudah lama tertunda. Hak mereka kudu tetap menjadi prioritas,” ujar Verrell dikutip Kamis, 13 Februari 2025.
Anggaran tunjangan pengajar tetap belum cukup melunasi tunggakan Tukin. Jika terkena efisiensi, penyelesaiannya bakal semakin sulit.
“Tunjangan pengajar non PNS nan terlampir hanya 2,70 T, sedangkan pengajar PNS itu 2,50 T. Saya berambisi ini jangan kena efisiensi. 2,7 T aja belum cukup untuk menyelesaikan tunggakan Tukin Dosen selama ini, apalagi jika dikurangi. Jadi tolong, jangan pangkas anggaran tukin dosen,” ujar Verrell.
Verrell menegaskan bahwa kewenangan dosen, baik PNS maupun non-PNS, telah diamanatkan dalam undang-undang dan tidak boleh terkena efisiensi anggaran.
“Tukin pengajar itu sudah ada di petunjuk UU No. 5 Tahun 2014 Pasal 80 Tentang ASN, nan menyatakan bahwa PNS berkuasa mendapatkan tunjangan kinerja. Selain itu, UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen juga menegaskan bahwa dosen, baik PNS maupun swasta, berkuasa atas tunjangan pekerjaan alias sertifikat pengajar sebesar satu kali penghasilan pokok PNS. Namun, realitanya tunjangan ini tidak pernah dibayarkan sejak 2020,” tegasnya.
Ilustrasi pengajar mengajar mahasiswa.
Photo :
- Instagram/gang5al
Lebih lanjut, Verrell menegaskan bahwa tunjangan pengajar bukan hanya sekedar nomor dalam APBN, tetapi juga corak apresiasi atas dedikasi mereka dalam mencerdaskan bangsa.
“Kita kudu memandang ini bukan hanya dari sisi anggaran, tetapi juga sebagai corak penghargaan terhadap keahlian pengajar nan telah berkontribusi besar bagi kemajuan pendidikan di Indonesia. Oleh lantaran itu, saya rasa perlu adanya perbaikan sistem dan obrolan lebih lanjut antara Kemendiktisaintek dan DJA agar masalah ini bisa segera diselesaikan. Ini nan kita dorong, jangan sampai anggaran pendidikan kurang dari 20% APBN, seperti nan telah tercantum dalam UUD 1945,” tutup Verrell.
Halaman Selanjutnya
“Tukin pengajar itu sudah ada di petunjuk UU No. 5 Tahun 2014 Pasal 80 Tentang ASN, nan menyatakan bahwa PNS berkuasa mendapatkan tunjangan kinerja. Selain itu, UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen juga menegaskan bahwa dosen, baik PNS maupun swasta, berkuasa atas tunjangan pekerjaan alias sertifikat pengajar sebesar satu kali penghasilan pokok PNS. Namun, realitanya tunjangan ini tidak pernah dibayarkan sejak 2020,” tegasnya.