ARTICLE AD BOX
detikai.com, Jakarta Paradoks pendidikan di Indonesia makin hari makin terlihat wujudnya. Pertengahan bulan April ini, terkuak sebuah kejadian nan mencengangkan, ialah ratusan siswa SMP di Kabupaten Buleleng, Bali, belum lancar membaca, namun aktif menggunakan media sosial.
Fenomena miris tersebut pun mendapat atensi dari Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Puan Maharani. Baginya, kondisi itu gambaran dari kesenjangan pemenuhan kewenangan dasar pendidikan di Indonesia.
"Bagaimana mungkin kita bicara soal kemajuan teknologi, ekonomi masa depan dan SDM unggul, jika tetap ada anak-anak SMP nan belum bisa membaca dengan lancar? Ini bukan sekadar rumor pendidikan, tapi tantangan besar dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat," ujar Puan, Kamis (17/4/2025).
Ia pun meminta kepada pemerintah untuk menindaklanjuti kejadian nan miris di bumi pendidikan tersebut.
"Temuan ini menjadi refleksi dari ketimpangan jasa pendidikan dan perlunya perhatian serius dari semua pemangku kepentingan," ucap Puan.
Dirinya juga mengungkapkan, ketidakmampuan membaca bakal berakibat besar secara akademis maupun sosial-emosional anak-anak. Ia pun menegaskan, pentingnya negara datang memastikan setiap anak bangsa mendapat kesempatan belajar berkualitas.
"Setiap anak nan belum bisa membaca menyimpan potensi luar biasa nan tak boleh kita abaikan. Mereka kudu dibantu agar potensi itu berkembang," ungkap Puan.
Ia juga menyoroti lemahnya penemuan awal terhadap halangan belajar dan kurangnya support dari lingkungan family maupun sekolah.
"Mengatasi persoalan ini bukan hanya tanggung jawab guru, tetapi seluruh pihak, termasuk orang tua," ujar Puan.
Skor PISA Rendah, Alarm bagi Pemerintah
Temuan di Buleleng menambah daftar panjang lemahnya kompetensi siswa Indonesia. Sebelumnya, juga banyak beredar video siswa SMP dan SMA nan tidak bisa melakukan kalkulasi dasar. Hal ini sejalan dengan rendahnya skor literasi Indonesia dalam penilaian PISA.
PISA alias Program for International Student Assessment (PISA) di tahun 2022, mencatat skor literasi membaca Indonesia hanya 359, jauh di bawah rata-rata OECD sebesar 476. Dalam lingkup ASEAN, Indonesia tertinggal dari Singapura, Vietnam, Brunei, Malaysia, dan Thailand.
Puan menyebut rendahnya skor ini sebagai sirine bagi pemerintah untuk melakukan pertimbangan menyeluruh terhadap sistem pendidikan nasional.
"Ketika anak-anak lebih mahir menggunakan media sosial daripada memahami isi buku, itu pertanda kita kudu meninjau kembali arah kebijakan pendidikan secara menyeluruh," sebutnya.
Puan mendorong Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah memperkuat program literasi, training pembimbing nan berpihak pada siswa, serta meningkatkan keterlibatan orang tua dalam pendidikan. Menurutnya, perlu terobosan nyata demi meningkatkan literasi siswa-siswi Indonesia.
"Data-data tidak mendusta dan kondisi ini menunjukkan perlunya gebrakan untuk meningkatkan literasi siswa-siswi Indonesia. Temuan di Buleleng menjadi salah satu pil pahit dalam bumi pendidikan Tanah Air nan kudu segera diatasi," ujarnya.
(*)