ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com - Aksi demonstrasi menolak program Makan Bergizi Gratis (MBG) nan digagas Presiden Prabowo Subianto jadi sorotan lantaran terjadi di sejumlah wilayah di Tanah Papua seperti Jayawijaya, Papua Pegunungan, Jayapura, serta hingga Nabire. Aksi demo diakukan siswa sekolah tingkat SMA dan SMK.
Para pelajar sekolah itu meminta agar program MBG nan merupakan jagoan Presiden Prabowo itu bisa diganti dengan program pendidikan gratis.
Anggota DPR RI Fraksi Gerindra wilayah pemilihan alias dapil Papua, Yan Mandenas menjelaskan MBG dan pendidikan cuma-cuma berasal dari mata anggaran nan berbeda. Menurut da, MBG adalah program janji kampanye Presiden Prabowo kepada rakyat Indonesia. Maka itu, program MBG tak dibiayai ABPD, tapi melainkan sepenuhnya dibiayai APBN.
“Sedangkan untuk tuntutan para siswa mengenai sekolah gratis, ini sudah terakomodir di dalam alokasi biaya Otonomi Khusus (Otsus)," kata Yan Mandenas, dalam keterangannya dikutip pada Selasa, 18 Februari 2025.
Yan mengatakan demikian lantaran perihal itu tertuang dalam Pasal 34 ayat (3) huruf e nomor (2) huruf a dan Pasal 36 ayat (2) huruf a UU No. 2 Tahun 2021 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Papua.
Pun, dia menambahkan, salah satu sumber anggaran nan diamanatkan dalam Undang-Undang Otsus adalah pembiayaan pendidikan di Papua sekurang-kurangnya 30 persen. Sebelumnya, alokasi biaya Otsus sebesar 80:20. Alokasi itu ialah 80 persen untuk provinsi, 20 persen kabupaten/kota.
Program Makan Bergizi Gratis, Program Makan Siang Gratis
Photo :
- detikai.com.co.id/M Ali Wafa
Namun, patokan direvisi pada 2021 dengan dibalik jadi 80 persen untuk kabupaten/kota dan 20 persen provinsi.
Selain itu, dalam revisi juga ada kewenangan bupati, wali kota dan gubernur di Papua untuk memberikan alokasi biaya Otsus kepada rakyat original Papua. Ia menekankan rata-rata kabupaten paling rendah dapat Rp140 miliar per tahun sehingga tak ada argumen bagi bupati dan wali kota untuk tidak mengalokasikannya ke bagian pendidikan.
"Dengan memberikan subsidi kepada sekolah-sekolah, sehingga para siswa orang original Papua itu bisa menempuh pendidikan cuma-cuma mulai dari PAUD, SD, SMP, hingga SMA/SMK,” jelas Yan.
Yan memahami patokan Otsus Papua lantaran bagian dari Panitia Khusus. Menurut dia, jika menghitung jumlah pelajar sekolah di seluruh Papua, maka anggarannya tetap cukup untuk biaya pendidikan gratis.
Dengan demikian, diharapkan Otsus dipindahkan dari provinsi ke kabupaten/kota dengan tujuan pendidikan dan kesehatan itu bisa terakomodir.
“Jadi, saya harap, siswa-siswi di Papua jangan sampai diprovokasi untuk melakukan aktivitas demo nan bukan murni lantaran kemauan mereka. Tetapi, lantaran ditunggangi oleh kepentingan elit politik tertentu," ujar Yan.
Bagi dia, program MBG sebagai corak perhatian ekstra dari Prabowo untuk menjamin keberlangsungan hidup generasi emas Indonesia. Hal itu khususnya generasi Papua di masa nan bakal datang.
“Demikian, dari sisi pertumbuhan SDM, mereka mendapat asupan gizi nan baik, berkembang dengan baik dan suatu saat SDM itu bakal kembali membangun daerahnya, kelompoknya, keluarganya dan dirinya,” tutur Yan.
Yan juga berambisi agar program MBG dan pendidikan cuma-cuma tak dibenturkan. Ia menyoroti sebaliknya alokasi biaya Otsus nan sudah diberikan pemerintah pusat selama ini dapat dimaksimalkan dan bisa digunakan tepat sasaran. Kata dia, sebaiknya lebih unik diprioritaskan untuk pendidikan dan pelayanan kesehatan.
“Saya minta aktivitas demo nan sifatnya provokatif seperti ini jangan sampai terus menerus muncul ke permukaan dan membangun opini nan tidak betul dan membingungkan rakyat di Papua," ujar Yan.
Lebih lanjut, dia menuturkan agar para murid, orang tua siswa dan masyarakat di Papua bisa beri perhatian kepada para kepala wilayah terpilih untuk konsisten melaksanakan pendidikan cuma-cuma melalui pembiyaan Otsus. Ia mengimbau jika ada patokan nan menghalang biaya Otsus biayai pendidikan dan kesehatan maka agar diberitahukan ke wakil rakyat di parlemen.
"Tolong beritahu kami agar meminta pemerintah pusat untuk merevisi aturannya sehinga mempermudah alias memberikan keleluasaan dalam pembiayaan dua program strategis di Papua dari sumber biaya Otsus,” kata Yan.
Halaman Selanjutnya
Namun, patokan direvisi pada 2021 dengan dibalik jadi 80 persen untuk kabupaten/kota dan 20 persen provinsi.