ARTICLE AD BOX
-
-
Berita
-
Politik
Sabtu, 22 Maret 2025 - 06:55 WIB
Jakarta, detikai.com - DPR dan pemerintah RI sudah mengesahkan Revisi UU menjadi UU No.34 Tahun 2024 tentang Tentara Nasional Indonesia. Meski direvisi, prajurit TNI tetap dilarang berbisnis dan berpolitik.
Pengamat militer Institute for Security and Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, menganalisa UU TNI nan baru tidak perlu dikhawatirkan. Hal itu lantaran tetap mengatur bahwa TNI tidak boleh berbisnis dan berpolitik sehingga tetap dalam koridor.
“Tetapi memastikan bahwa perubahan ini tetap dalam koridor reformasi dan demokrasi,” kata Fahmi saat dihubungi di Jakarta, Jumat, 21 Maret 2025.
Dia tak menampik muncul rumor nan memicu kekhawatiran di publik mengenai dugaan jika UU TNI bakal memunculkan sentimen bangkitnya dwifungsi ABRI. Hal itu jadi kekhawatiran lantaram kekuasaan militer di ranah sipil sebagaimana terjadi di era Orde Baru.
“Padahal, jika ditelaah secara cermat, revisi ini tidak mencabut larangan bagi prajurit TNI untuk berpolitik dan berbisnis, lanjut Fahmi.
Ilustrasi Prajurit TNI
Photo :
- ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Menurut dia, dengan kondisi iti, militer dinilainuya tetap berada dalam koridor profesional. "Artinya, militer tetap diposisikan dalam koridor profesionalisme dan tidak diperbolehkan memasuki arena politik praktis maupun ekonomi,” jelas Fahmi.
Fahmi mengatakan perihal ini jika dicabut menimbulkan akibat besar jika diterapkan. Menurutnya, nan terpenting saat ini dengan mengawal UU TNI nan baru agar tetap dalam koridor Reformasi.
“Alih-alih mencurigai dan menolak secara berlebihan, langkah nan lebih bijak adalah mengawal penerapan perubahan ini agar tetap melangkah sesuai dengan semangat reformasi.
Dia bilang beberapa perihal nan perlu diawasi ke depan adalah peran baru TNI dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP) diterapkan.
"Bagaimana sistem pengawasan terhadap prajurit nan ditempatkan di lembaga sipil, serta gimana akibat perubahan usia pensiun terhadap dinamika internal TNI,” jelasnya.
Menurut Fahmi, meski revisi UU TNI tak menghapus larangan berpolitik dan berbisnis, kontrol terhadap penerapannya tetap kudu diperkuat. Hal itu mesti dilakukan agar ke depan tak ada penyimpangan.
"Agar tidak terjadi penyimpangan nan dapat mengarah pada kembalinya pola lama. Keterlibatan TNI dalam ranah sipil, tetap kudu diawasi dan diatur dengan ketat. Untuk menghindari potensi melebarnya pengaruh militer dalam birokrasi negara, nan banyak dikhawatirkan,” ujarnya.
Halaman Selanjutnya
Fahmi mengatakan perihal ini jika dicabut menimbulkan akibat besar jika diterapkan. Menurutnya, nan terpenting saat ini dengan mengawal UU TNI nan baru agar tetap dalam koridor Reformasi.