Pgri Dukung Dedi Mulyadi, Beri Catatan Soal Siswa Nakal Dan Kreatif

Sedang Trending 4 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, detikai.com --

Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mendukung rencana pengiriman siswa bermasalah ke Barak TNI/Polri oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.

Ketua Umum Pengurus Besar PGRI Unifa Rosyidi menyebut Dedi sudah mempunyai pertimbangan dan kriteria sendiri sebelum mengambil kebijakan itu.

"PGRI pada dasarnya itu mendukung Pak Dedi lantaran PGRI mengerti pasti Pak Dedi melakukan tindakan pengambilan keputusan didasarkan pada kriteria nan jelas," kata Unifa saat dihubungi, Rabu (30/4).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, rencana itu perlu didukung jika Dedi telah berkomunikasi dengan para orang tua dan pihak terkait. Unifa menyinggung sejumlah kriteria siswa nan disampaikan Dedi.

"Beliau telah melakukan kriteria bahwa kriteria nan orang tuanya sudah tidak sanggup, sekolahnya tidak sanggup, anaknya nan apa tidak bisa diatur. Tapi nan paling krusial kudu ada pertimbangan terus-menerus," katanya.

Unifa mengingatkan agar hati-hati dalam mengkategorikan siswa nan nakal. Ia mengatakan jangan sampai siswa imajinatif dikategorikan siswa nakal.

"Bahwa tindakan itu dimaksudkan untuk mendidik, bukan untuk menghukum. Jadi kita itu percaya jika Pak Dedi melakukan tindakan itu didasarkan kepada edukasi nan jelas, ialah dalam rangka untuk mendidik, mengarahkan, membina, dan juga kudu dilakukan pertimbangan secara terus-menerus," katanya.

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi sebelumnya mengungkap sejumlah kategori siswa bermasalah di Jawa Barat.

Dedi menegaskan rencananya sudah bulat. Dia menyatakan program tersebut sudah dibicarakan dengan TNI dan Polri. Rencananya juga diklaim telah didukung.

Dedi mengatakan para siswa nan bakal dikirim ke barak TNI itu mulai dari mulai siswa nan suka tawuran, siswa nan bermain game seperti mobile legend tak ingat waktu, siswa nan tak alim orang tua, hingga nan doyan minuman beralkohol.

"Tukang tawuran, tukang mabok, tukang main ML nan jika malam kemudian tidurnya tidak mau sore, ke orang tua melawan. Melakukan pengancaman. Di sekolah bikin ribut. Bolos terus. Dari rumah berangkat ke sekolah, ke sekolah enggak nyampe. Kan, kita semua dulu pernah gitu ya," katanya.

Lembaga pemerhati HAM Imparsial mewanti-wanti Dedi Mulyadi atas kebijakan tersebut. 

Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra menilai rencana tersebut sebagai corak nyata militerisasi di ranah sipil dan bertentangan dengan prinsip HAM.

Menurut dia, pelibatan TNI untuk menjawab persoalan siswa bandel secara jelas menyalahi kegunaan TNI itu sendiri. Kata Ardi, Dedi sudah sepatutnya menyadari garis demarkasi antara urusan sipil dan militer.

Dia mengatakan pelibatan TNI dalam membina siswa bandel juga tidak tepat di tengah kritik tajam terhadap lembaga TNI akibat perilaku kekerasan prajurit di ranah sipil.

Selain itu, mereka nan dianggap siswa bandel itu juga tetap tergolong dalam usia "anak" nan dalam prinsip HAM kudu diperlakukan sesuai dengan prinsip-prinsip kewenangan anak nan jauh dari budaya kekerasan.

(yoa/wis)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya