ARTICLE AD BOX
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak bumi tetap belum bisa bangkit dari tekanan setelah perang jual beli kembali memanas. Ketidakpastian akibat kebijakan tarif Amerika Serikat terhadap China membikin penanammodal ragu mendorong nilai lebih tinggi, meski info pasokan minyak AS menunjukkan penurunan persediaan bahan bakar.
Mengacu info Refinitiv, nilai minyak Brent perjanjian pengiriman Juni 2025 ditutup stagnan di level US$64,57 per barel pada perdagangan Rabu (16/4/2025). Sementara itu, minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) turun tipis ke US$61,21 per barel dari sebelumnya US$61,33.
Secara harian, nilai Brent sudah mengalami penurunan dalam tiga hari berturut-turut, meskipun volatilitas cukup tinggi. Brent sempat menyentuh US$64,90 per barel di sesi tertinggi kemarin, namun kandas mempertahankan momentum.
Organisasi Internasional Energi (IEA) memangkas proyeksi pertumbuhan permintaan minyak dunia tahun ini menjadi hanya 730.000 barel per hari, turun tajam dari perkiraan bulan lampau nan sebesar 1,03 juta barel per hari. Koreksi ini sejalan dengan kekhawatiran bahwa perlambatan ekonomi dunia bakal menekan konsumsi energi.
IEA juga menyoroti bahwa peningkatan produksi minyak AS kemungkinan bakal melambat, menyusul pengaruh berantai dari kebijakan tarif Presiden Donald Trump nan garang terhadap mitra jual beli utama seperti China.
Ketegangan jual beli antara AS dan China semakin panas setelah Washington resmi meningkatkan tarif menjadi 145% terhadap beragam produk asal Negeri Tirai Bambu. China membalas dengan melarang maskapai dalam negeri menerima pengiriman pesawat Boeing, memperkeruh hubungan jual beli dan menimbulkan kekhawatiran resesi global.
Sejumlah bank besar seperti UBS, BNP Paribas, dan HSBC pun telah menurunkan proyeksi nilai minyak bumi tahun ini, mengantisipasi akibat negatif dari eskalasi bentrok perdagangan.
Dari sisi fundamental, laporan American Petroleum Institute (API) menunjukkan stok minyak mentah AS naik 2,4 juta barel untuk pekan nan berhujung 11 April. Namun, stok bensin dan distilat justru turun masing-masing sebesar 3 juta dan 3,2 juta barel, mengindikasikan adanya permintaan bahan bakar nan tetap cukup solid di tengah ketidakpastian global.
CNBC Indonesia Research
(emb/emb)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Nilai Tukar Rupiah Melemah ke Rp16.800-an per Dolar AS
Next Article Stok Minyak Mentah AS Tumpah-Tumpah, Harga Minyak Dunia Turun