ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) ikut bersuara mengenai kebijakan tarif impor baru nan diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. HIMPI menilai kebijakan tersebut sebagai ancaman serius bagi stabilitas ekonomi dunia dan berisiko menekan industri dalam negeri nan berjuntai pada ekspor ke AS.
Sekretaris Jenderal Badan Pengurus Pusat (BPP) HIPMI, Anggawira mengatakan kebijakan ini dapat memperlemah daya saing Indonesia di pasar global, terutama di sektor manufaktur padat karya seperti tekstil, dasar kaki, dan elektronik. Selain itu, potensi arus modal keluar akibat ketidakpastian dunia dapat mengganggu stabilitas nilai tukar rupiah dan mengerek volatilitas di pasar keuangan.
"Kita menghadapi ancaman nyata. Tarif tinggi ini bisa memukul ekspor kita ke AS, memperburuk defisit perdagangan, dan berkapak pada lapangan kerja," katanya dalam keterangan tertulis, Jumat (4/4/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anggawira mendorong pemerintah dan bumi upaya untuk segera menerapkan kebijakan mitigasi nan konkret. Ia menilai, jka pemerintah dan bumi upaya tidak sigap bertindak, dampaknya bisa lebih besar dari nan diperkirakan.
"Jika kita lambat bertindak, kita hanya bakal menjadi korban dari kebijakan negara lain. Indonesia kudu menunjukkan ketangguhan ekonomi dengan kebijakan nan cerdas, cepat, dan berorientasi pada solusi nyata," kata Anggawira.
Ia mendorong pemerintah Indonesia memperkuat persediaan devisa dengan optimasi Devisa Hasil Ekspor (DHE), nan tidak hanya mengharuskan eksportir menyimpan dananya di dalam negeri tetapi juga memberi insentif agar mereka mau melakukannya secara sukarela.
"Kita tidak bisa hanya mengandalkan kebijakan wajib tanpa insentif. Kalau kita mau eksportir patuh, mereka juga kudu memandang faedah ekonominya," ujar Anggawira.
Selain itu, HIPMI menekankan pentingnya diversifikasi pasar ekspor dengan mempercepat negosiasi jual beli dengan Uni Eropa, Timur Tengah, Afrika, dan Amerika Latin. Dengan adanya ketidakpastian hubungan jual beli dengan AS, mencari pengganti pasar ekspor menjadi langkah krusial agar Indonesia tidak berjuntai pada satu negara.
"Kita tidak bisa terus berambisi pada satu pintu perdagangan saja. Dunia berubah, dan kita kudu memastikan ekspor kita punya banyak jalur agar tetap bertahan," tegasnya.
HIPMI juga mendesak pemerintah untuk mengambil langkah diplomasi perdagangan nan lebih garang dalam menjaga hubungan jual beli dengan AS. Salah satu strategi nan disarankan adalah memperkuat peran sektor swasta dan diaspora Indonesia di AS dalam upaya membuka jalur negosiasi nan lebih fleksibel.
"Jangan hanya mengandalkan negosiasi umum antarnegara. Perusahaan swasta dan organisasi upaya Indonesia di AS bisa menjadi jembatan krusial dalam meredakan akibat kebijakan ini," kata Anggawira.
Selain peran pemerintah, HIPMI menilai bumi upaya juga kudu lebih inovatif dalam menghadapi tantangan dunia ini. Peningkatan efisiensi produksi, mengambil teknologi digital, serta penguatan rantai pasok lokal menjadi kunci untuk mempertahankan daya saing di tengah ketidakpastian global.
"Kita tidak boleh hanya bersikap defensif. Ini saatnya bumi upaya mengambil langkah proaktif dengan strategi adaptif agar tetap bisa bersaing," tutup Anggawira.
(acd/acd)