ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Pengamat kebijakan publik membeberkan perbedaan Badan Pelaksana Investasi (BPI) Danantara dengan lembaga pengelola investasi dunia, seperti Temasek, Khazanah Nasional, hingga China Investment Corporation. Dalam kesempatan tersebut, Pengamat Kebijakan Publik, Ahmad Alamsyah Saragih mewanti-wanti Indonesia jangan sampai bernasib sama dengan Malaysia nan terkandung kasus skandal 1MDB (1Malaysia Development Berhad).
Alamsyah membandingkannya dengan beberapa kategori, seperti kewenangan lembaga, porsi investasi dunia dan domestik, sektor nan paling banyak digelontorkan untuk investasi, hingga pola investasinya. Menurut Alamsyah, Indonesia tak jauh berbeda dengan Malaysia dari segi pola investasi serta porsi investasi diprioritaskan dalam negeri.
Hal ini berbeda dengan Temasek nan 27% untuk investasi domestik, 73% untuk investasi global. Sementara, untuk China Investment Corporations (CIC), investasinya melalui Bank BUMN China berjulukan Central Huijin. Sedangkan, Lembaga Pengelola Investasi Norwegia GPF Global 100% diinvestasikan ke luar negeri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Malaysia kebanyakan (investasi) di Malaysia. Kita ini mirip-mirip dengan Malaysia. Semoga kejadian jelek di Malaysia nggak kita alami. Kemudian dari sisi globalnya nan paling dekat itu lagi-lagi Malaysia lantaran pemerintah kita mengatakan bakal investasi di luar negeri tapi selektif dan investasinya mau konsentrasi ke program strategis. Sementara Malaysia itu, selain strategis juga sektor-sektor tertentu nan dianggap menjadi penggerak ekonomi Malaysia," kata Alamsyah dalam aktivitas Press Briefing, dikutip dari akun Youtube Komisi Informasi Pusat, Selasa (18/3/2025).
Alamsyah menyebut CIC mengincar industri nan strategis, seperti chips. Sementara, Temasek Singapura berinvestasi komersial swasta, seperti investasi apple, invetasi di beberapa perusahaan teknologi di luar sana.
"Tingkat risikonya kita tetap moderat. nan tinggi risikonya itu ada China dan Singapura dan nan paling rendah ada risikonya itu Norwegia," jelas dia.
Lebih lanjut, dari sisi Governance, Sustainability and Resilience (GSR), Temasek Singapura mendapatkan nilai 100%, CIC sebesar 80%, dan Khazanah Nasional Malaysia sebesar 72%
"Biasanya ada nan Governance, Sustainability and Resilience (GSR), Governance. Indonesia belum ada lantaran Indonesia belum ada. Dan Indonesia mau niru Singapura apakah kita siap? Paling tidak kita dapat membayangkan bahwa sebuah pengolah investasi aspek transparansi dan governance ialah menjadi sesuatu nan sangat penting," imbuh dia.
(kil/kil)