ARTICLE AD BOX
-
-
Berita
-
Politik
Senin, 14 April 2025 - 15:56 WIB
Jakarta, detikai.com – Juru bicara PDI Perjuangan (PDIP), Mohamad Guntur Romli menyinggung soal tiga hakim nan ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) mengenai putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian akomodasi ekspor crude palm oil (CPO) alias minyak kelapa sawit mentah.
Salah satunya ialah Ketua Majelis Hakim Pengadilan (PN) Jakarta Selatan, Djuyamto. Ia juga berkedudukan pengadil tunggal praperadilan nan diajukan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Hakim Djuyamto Pemimpin Sidang Praperadilan Hasto Kristiyanto
Photo :
- detikai.com.co.id/M Ali Wafa
Guntur mengaku pernah mendengar info bahwa tiga pengadil nan sekarang ditetapkan sebagai tersangka termasuk ke dalam jaringan pengurusan perkara pengadilan.
"Informasi dugaan ini pernah saya sampaikan secara terbuka 18 Maret 2025 di sebuah aktivitas televisi dan melalui akun X saya @GunRomli jauh sebelum Djuyamto ditangkap berbareng Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta. Saya juga memperoleh info bahwa Djuyamto, Muhammad Arif Nuryanta dan pengadil MA bernisial Y ini mempunyai jaringan pengurusan perkara di pengadilan," kata Guntur dalam keterangan resminya, Senin, 14 April 2025.
Guntur mengaku prihatin memandang pengadil nan tidak mempunyai integritas. Ia lampau menyinggung soal kasus Hasto nan terkesan dipaksakan.
"Kami sendiri resah memandang integritas pengadil dan pengadilan melalui kasus Djuyamto ini, apalagi saat ini Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto sedang menghadapi proses pengadilan dengan kasus nan dipaksakan dan tuduhan nan didaur-ulang," ujar dia.
Ia menilai Hasto bukan sebagai pejabat negara. Namun, Hasto dituduh oleh KPK dengan nilai Rp 600 Juta. Guntur membandingkan dengan nilai suap nan diterima oleh Djuyamto Cs.
Maka itu, Guntur menyebut Hasto menjadi salah satu korban politisisasi nan direkayasa sebagai 'politik balas dendam'.
"Dalam perkara ini jauh di bawah suap nan diterima Djuyamto dan patokan bahwa KPK harusnya mengurusi perkara di atas 1 miliar, serta duit itu pun dari Harun Masiku bukan dari Mas Hasto. Karena itu kami sebut Hasto adalah tahanan politik. Kasus ini corak nyata dari kriminalisasi dan politisasi kasus nan sudah direkayasa sebagai balas dendam politik melalui 'tangan-tangan tersembunyi' di lembaga peradilan dengan bukti kasus Djuyamto," kata dia.
Guntur lantas bicara mengenai sulitnya mencari keadilan di Indonesia saat ini. Ia juga menegaskan karma itu nyata terhadap Djuyamto.
"Ibarat mencari jarum di tumpukan jerami, mencari keadilan di tengah terjangan kasus dan suap nan mencinderai marwah pengadil dan lembaga peradilan saat ini," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, Kejaksaan Agung menetapkan 3 majelis pengadil nan mengadili dan memutuskan lepas perkara pemberian akomodasi ekspor crude palm oil (CPO) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sebagai tersangka.
Kejagung ungkap kasus dugaan suap penanganan perkara di PN Jakpus.
Photo :
- Humas Kejagung RI
Salah satu pengadil nan menjadi tersangka dalam kasus tersebut adalah pengadil Djuyamto (DJU) nan pada saat itu merupakan Ketua Majelis Hakim.
“Tersangka DJU, nan berkepentingan adalah pengadil pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berasas surat penetapan tersangka nomor 27 tanggal 13 April 2025, nan pada saat itu nan berkepentingan menjabat sebagai Ketua Majelis Hakim,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, dalam konvensi pers di Kejagung pada Senin, 14 April 2025 dinihari.
Dua pengadil lainnya nan menjadi tersangka dalam kasus tersebut adalah Agam Syarif Baharudin (ASB) dan Ali Muhtarom (Al). Ketiganya ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung, selama 20 hari ke depannya.
Halaman Selanjutnya
Ia menilai Hasto bukan sebagai pejabat negara. Namun, Hasto dituduh oleh KPK dengan nilai Rp 600 Juta. Guntur membandingkan dengan nilai suap nan diterima oleh Djuyamto Cs.