ARTICLE AD BOX
Jakarta, CNBC Indonesia - Banyak penduduk kelas menengah dan atas Indonesia nan lebih memilih Malaysia dan Singapura untuk mendapatkan perawatan kesehatan. Penang, Malaysia, misalnya, sejak lama jadi tujuan wisata kesehatan.
Alasan di kembali banyaknya penduduk RI nan berobat ke luar negeri rupanya bukan hanya masalah nilai nan lebih murah, tapi juga kenyamanan dan kemudahan proses. Hal tersebut diungkapkan mantan Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dr Adib Khumaidi.
"Kami sekarang selalu mengatakan keahlian komunikasi pada master di Indonesia kudu ditingkatkan, lantaran salah satu dasar pasien berobat ke luar negeri, berobat ke Malaysia, alias Singapura, itu salah satunya lantaran aspek komunikasinya nan mereka anggap lebih lezat di sana daripada di Indonesia," kata Adib seperti dikutip detikaicom.
"Kenapa pembiayaan murah? Karena ada kebijakan negara, izin negara soal free tax khususnya pelayanan kesehatan kepada masyarakat," pungkas dr Adib.
Sebelumnya, Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) mengungkap bahwa jumlah masyarakat Indonesia nan bolak-balik ke luar negeri untuk berobat ada lebih dari 1 juta orang. Indonesia jelas dirugikan dari kondisi ini. Sebab, ada potensi nilai ekonomi nan hilang.
"Kita kehilangan US$11,5 miliar, jika dirupiahkan itu Rp 180 T lenyap lantaran penduduk kita tidak mau berobat di dalam negeri," ujar Jokowi, pada 2024 lalu.
Indonesia krisis master spesialis
Masalah lain nan juga membikin banyak penduduk Indonesia 'kabur' ke luar negeri untuk berobat adalah kurangnya tenaga medis mahir di dalam negeri. Menteri Kesehatan (Menkes) RI Budi Gunadi Sadikin mengakui bahwa Indonesia mengalami krisis master ahli nan akut. Penyebabnya adalah sistem pendidikan master ahli nan sangat memberatkan peserta didik.
Menkes menyoroti perbedaan besar dalam sistem pendidikan master ahli di Indonesia dibandingkan dengan negara lain. Ia menyebut, Indonesia menjadi satu-satunya negara di mana calon master ahli kudu berakhir bekerja dan bayar biaya pendidikan nan sangat tinggi untuk melanjutkan studi.
"Kita ini unik sendiri di dunia. Di luar negeri, master ahli tetap bekerja dan digaji selama pendidikan. Kita malah kudu berakhir kerja, bayar mahal, dan baru bisa praktek lagi setelah lulus," kata Budi pada Raker dengan Komisi IX DPR RI, Selasa (29/4/2025).
(hsy/hsy)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Resistensi Bisnis Wewangian di Tengah Pelemahan Daya Beli
Next Article Pantas Banyak Warga RI Berobat ke Malaysia-Singapura, Ini Alasannya