ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerima 1.236 pengaduan mengenai entitas ilegal. Sebanyak 1.123 di antaranya merupakan kejuaraan mengenai pinjaman online (pinjol) ilegal.
Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, Mohammad Ismail Riyadi menilai kejahatan finansial semakin marak terjadi seiring berkembangnya teknologi, termasuk kasus investasi terlarangan dan pinjaman online (pinjol). Per April 2025, Satgas Pasti menerima 1.236 pengaduan dengan entitas kejuaraan 1.332.
"Kalau kita lihat dari info Satgas Pasti, ini bulan Januari sampai dengan April, itu sudah dapat 1.236 jumlah pengaduan dengan entitasnya 1.332 entitas. Kita lihat bahwa pinjol terlarangan itu 1.123, paling besar, sementara investasi terlarangan semakin menurun," kata Ismail dalam aktivitas Sahabat Ibu Cakap Literasi Keuangan Syariah di Menara Radius Prawiro, Jakarta Pusat, Senin (28/4/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Ismail, wanita mendominasi sebagai peminjam di sektor financial technology (fintech) sebanyak 50,3%, sedangkan 49,7% sisanya merupakan laki-laki. Penyebab wanita lebih banyak mengambil pinjaman fintech kudu dikaji kembali, apakah lantaran berasal dari wilayah sehingga memerlukan literasi, alias lantaran akses ke aplikasi nan lebih mudah.
Lebih lanjut, penawaran investasi terlarangan semakin banyak menyasar ke arisan hingga penawaran umrah. Selain itu, OJK juga telah memblokir nyaris 10.000 rekening bank nan terindikasi gambling online (judol).
"Investasi terlarangan ini banyak nih penawaran tentang arisan, kemudian penawaran tentang umrah nan tetap terlarangan juga dan sebagainya," tambah Ismail.
Untuk itu, Ismail menerangkan pentingnya literasi finansial di kalangan kaum perempuan. Ismail menilai ibu-ibu menjadi sasaran nan tepat untuk membekali info mengenai literasi serta inklusi keuangan.
"Kita menganggap ibu-ibu menjadi sasaran nan tepat untuk kita garap di dalam literasi dan inklusi dengan membekali informasi-informasi dan pengetahuan tentang finansial secara betul dan juga finansial syariah secara khususnya," terang Ismail.
(rea/ara)