ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat nilai ekspor industri kimia sebesar US$ 17,39 miliar alias sekitar Rp 284,3 triliun (asumsi kurs Rp 16.350) pada tahun 2024. Capaian tersebut tidak hanya menunjukkan pertumbuhan industri kimia, melainkan juga sektor farmasi.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Taufiek Bawazier mengatakan, golongan sektor industri kimia, farmasi dan obat tradisional tumbuh sebesar 5,86% pada tahun 2024. Angka tersebut melampaui pertumbuhan ekonomi nan mencapai 5,03%.
Namun, Taufiek mengatakan sektor kimia memerlukan ekosistem petrokimia dan daya nan terintegrasi. Dengan ekosistem tersebut, dia meyakini produksi sektor kimia dalam negeri berkekuatan saing.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk semakin memacu keahlian industri kimia ini, challenge kita adalah Indonesia perlu menumbuhkan ekosistem sektor petrokimia dan daya nan terintegrasi sehingga bisa lebih berkekuatan saing," kata Taufiek dalam keterangannya, dikutip Minggu (16/3/2025).
Selain itu, Kemenperin juga mencatat realisasi investasi industri kimia sepanjang tahun 2024 menyentuh nomor Rp 65,76 triliun. Untuk mendorong realisasi investasi, Kemenperin juga menjalankan program kebijakan fasilitasi investasi industri petrokimia seperti di Teluk Bintuni, Tanjung Enim, hingga Kutai Timur.
Ia menegaskan, keahlian industri kimia bakal turut memberikan andil signifikan terhadap sasaran pemerintah dalam mencapai pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8% pada lima tahun ke depan.
"Untuk mencapai sasaran tersebut, sektor IKFT nan termasuk di dalamnya ada peran industri kimia, bakal memberikan kontribusi nilai tambah sebesar Rp 46,09 triliun pada tahun 2029," tutupnya.
Dalam kesempatan nan sama, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ahmad Heri Firdaus mengatakan, Indonesia mempunyai beberapa pabrik petrokimia dan kimia, salah satunya PT Chandra Asri Pacific Tbk.
Untuk diketahui, Chandra Asri Group sendiri mempunyai kompleks petrokimia terintegrasi terbesar di Indonesia dan mengoperasikan satu-satunya pabrik Naphtha Cracker, Styrene Monomer, Butadiene, MTBE dan Butene-1 di Indonesia.
Perseroan juga mempunyai aset prasarana inti nan meliputi akomodasi energi, air dan dermaga dan tangki, dengan pengembangan pabrik Chlor Alkali dan EDC - Ethylene Dichloride (Pabrik CA-EDC).
Heri mengatakan, pabrik CA-EDC tersebut memberikan multiplier effect bagi industri baterai listrik nasional. Apalagi, rantai suplai dunia untuk baterai listrik dunia semakin tinggi.
"Jadi jika kami melihatnya, peran Indonesia dalam rantai suplai dunia EV itu semakin besar salah satunya dengan menjaga kemandirian produksi kaustik soda. Itu bisa memberikan kontribusi buat pengembangan baterai EV ini. Sehingga peranan ekspor EV dalam rantai pasar dunia itu semakin besar," ujarnya.
Heri menambahkan, dalam skenario pertumbuhan industri nan dapat mendukung pencapaian sasaran ekonomi sebesar 8%, sektor Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional memerlukan tambahan investasi setidaknya 8,12%.
Salah satu langkah strategisnya adalah mendorong investasi di industri kimia, nan mempunyai kesempatan besar sebagai bagian dari Proyek Strategis Nasional dan mempunyai multiplier effect, terutama dengan support pemerintah dan pertumbuhan pasar domestik
(kil/kil)