ARTICLE AD BOX
-
-
Berita
-
Nasional
Kamis, 17 April 2025 - 16:01 WIB
Jakarta, detikai.com - Eks komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan mengungkap ada lobi-lobi berangkaian perkara dugaan suap terdakwa Hasto Kristiyanto dalam penetapan personil DPR periode 2019-2024, Harun Masiku.
Hal tersebut terungkap saat Wahyu datang sebagai saksi dalam sidang dengan terdakwa Hasto di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Kamis, 17 April 2025.
Jaksa KPK dalam persidangan mulanya tengah mendalami biaya operasional perihal kepengurusan pergantian antar waktu (PAW) dengan mengusulkan pertanyaan kepada Wahyu.
Wahyu nan saat itu menjabat sebagai Komisioner KPU membenarkan ada komunikasi antara personil Bawaslu sekaligus eks caleg PDIP Agustiani Tio Fridelina dan tim norma PDIP, Donny Tri Istoqomah.
“Terkait dengan upaya itu tadi ada komunikasi antara saudara, Tio, Saiful, dan Donny. Apakah ada mengenai duit nan disiapkan untuk memuluskan pengurusan tersebut?” tanya Jaksa ke Wahyu.
“Ada,” jawab Wahyu.
Arief Budiman dan Wahyu Setiawan Jadi Saksi di Sidang Hasto Kristiyanto
Photo :
- detikai.com.co.id/M Ali Wafa
Wahyu kemudian menjelaskan pembuka pembicaraan itu disampaikan oleh Tio, nan mengatakan adanya biaya operasional untuk mengatur penetapan personil DPR.
Namun, Wahyu mengaku lupa soal berapa besaran biaya operasional itu. Ia mengakui dalam biaya itu menerima Rp150 juta.
“Saya lupa persisnya pak lantaran saya hanya menerima Rp150-an,” ujar Wahyu.
Jaksa kemudian menunjukkan bukti elektronik nan memperlihatkan Wahyu sempat melakukan komunikasi dengan Tio nan sudah menyiapkan duit Rp750 juta.
“Nah baik, ini ditanyakan ya v atas ini Tio nan biru ini Saudara. ‘Mas, ops nya, 750, cukup mas?’ betul itu ya?” tanya Jaksa.
“Betul,” jawab Wahyu.
Wahyu kemudian dalam bukti elektronik itu meminta agar biaya operasional itu sebaiknya 1.000 alias Rp1 miliar. Hanya saja Wahyu mengaku dirinya saat membalas ‘1.000’ itu usil dikarenakan dirinya tahu pengaturan seperti itu tidak dapat dilaksanakan.
Selain itu, Wahyu juga menekankan dalam kepengurusan itu tidak ada kesepakatan nan dicapai.
“Dari transaksi ini, setelah Rp750, Rp1 miliar 1.000 ya, Rp900, deal-nya berapa untuk pengurusan itu? nan disepakati akhirnya berapa?” tanya Jaksa.
“Tidak ada deal. Karena setelah ngopi saya di situ menjelaskan bahwa ini tidak mungkin dapat dilaksanakan,” jawab Wahyu.
Halaman Selanjutnya
Wahyu kemudian menjelaskan pembuka pembicaraan itu disampaikan oleh Tio, nan mengatakan adanya biaya operasional untuk mengatur penetapan personil DPR.