ARTICLE AD BOX
detikai.com, Jakarta Di tengah ruang nan temaram, seorang wartawan duduk di meja kerjanya. Ada tumpukan kertas corat-coretan investigasinya, ada mesin tik nan sudah lama tak berbunyi, ada ponsel dengan layar nan tetap sesekali bergetar. Barangkali sebuah kabar, barangkali sebuah ancaman. Tak ada nan tahu pasti.
Dan Hari ini, katanya, Hari Pers. Seharusnya ada perayaan, ada pidato-pidato nan bicara tentang kebebasan, tentang demokrasi, tentang pers nan konon adalah pilar keempat. Tapi nan ada hanya meja kerja nan berantakan, dan ingatan pada mereka nan telah pergi lebih dulu. Mereka nan nama-namanya sekarang tertulis di batu, bukan di laman depan surat berita alias media online.
Jurnalis itu tetap mengetik, tetap menulis, tetap mencari kebenaran di antara ribuan narasi nan bercampur dengan propaganda dan hoaks.
Hari ini, katanya, Hari Pers. Tidak terlihat ada pesta. Tapi ada satu kepercayaan nan tak boleh padam, bahwa di tengah segala ketakutan, seseorang kudu tetap menulis. Seseorang kudu tetap bersaksi. Meskipun itu adalah narasi terakhir.