ARTICLE AD BOX
detikai.com, Jakarta - Menteri Hukum Republik Indonesia (Menkum RI) Supratman Andi Agtas menyampaikan pemisah waktu melengkapi arsip untuk ekstradisi tersangka kasus korupsi e-KTP Paulus Tannos ialah hingga 3 Maret 2025 alias selama 45 hari.
Namun, dia optimistis berkas-berkas tersebut bisa diajukan sebelum masa tenggat, sehingga Paulus Tannos bisa segera dilakukan ekstradisi dari Singapura.
"Nah, arsip itu saat ini kita punya waktu 45 hari, 45 hari itu untuk melengkapi dokumen. Tapi saya yakinkan bahwa kita tidak bakal menunggu sampai dengan 3 Maret ya dalam waktu dekat," ujar Menkum Supratman dalam konvensi pers di Kantor Kementerian Hukum, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (29/1/2025).
Menurut dia, Kementerian Hukum terus berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kepolisian, Kejaksaan Agung, hingga Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) untuk mempercepat proses ekstradisi Paulus Tannos nan sekarang berada di Singapura.
Supratman menyebut, tim kerja nan terdiri dari Kementerian Hukum, KPK, kepolisian, Kejaksaan Agung, dan Kemenlu juga sudah dibentuk. Untuk itu, dia meyakini Paulus Tannos dapat segera dipulangkan ke Indonesia.
"Saya percaya dan percaya atas koordinasi dan kerjasama diantara seluruh abdi negara penegak hukum, terutama KPK, Kementerian Hukum bakal memberi support apapun nan dibutuhkan untuk sesegera mungkin mengekstradisi nan bersangkutan," ucap Supratman.
Disisi lain, Supratman menegaskan Paulus Tannos namalain Tjhin Thian Po tetap berstatus sebagai penduduk negara Indonesia (WNI), meski juga mempunyai paspor negara lain.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sukses menangkap buronan korupsi kartu tanda masyarakat elektronik alias E-KTP, Paulus Tannos.
Sempat Ajukan Permohonan Lepas Jadi WNI
Supratman menuturkan Paulus sempat mengusulkan permohonan untuk melepas kebangsaan Indonesia, namun hingga sekarang dokumennya tak dilengkapi.
"Status kebangsaan atas nama Tjhin Thian Po namalain Paulus Tannos itu tetap berstatus sebagai penduduk negara Indonesia," tegas Supratman.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan telah merampungkan sejumlah arsip untuk kepentingan ekstradisi tersangka kasus korupsi e-KTP, Paulus Tannos nan ditangkap di Singapura.
"Sudah dikirim syarat administrasi," kata Ketua KPK, Setyo Budiyanto saat dikonfirmasi, Selasa 28 Januari 2025.
KPK, lanjut dia, mempunyai waktu selama 45 hari terhitung sejak Paulus Tannos ditahan sementara di Singapura.
"45 hari provosional arrest satu tahapan dalam ekstradisi, mudah-mudahan lancar semua," ucap Setyo.
Sebelumnya, mantan interogator senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Praswad Nugraha bersuara mengenai dengan proses penangkapan dan ekstradisi Paulus Tannos di Singapura.
Dia membeberkan secara kronologis, Paulus Tannos ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi proyek e-KTP pada 2019. Tannos ditetapkan sebagai tersangka berbareng dengan Sugiharto, Irman, Markus Nari, Setya Novanto, dan nan lainnya.
"Tannos berkedudukan sebagai salah satu konsorsium pelaksana proyek E-KTP di bawah bendera PT. Sandipala Arthaputra," kata Praswad seperti dikutip dari keterangan tertulis, Jakarta, Selasa 28 Januari 2025.
Mantan Penyidik KPK Beberkan Kronologis Pencarian Buron Paulus Tannos
Kemudian pada 2022, KPK mengirimkan red notice ke markas Interpol di Lyon, Prancis. Namun diajukan banding/keberatan oleh pihak Tannos melalui pengacaranya, sehingga sampai saat ini red notice belum dikeluarkan oleh pihak International Criminal Police Organization/Interpol.
"Pada tahun 2023 tim interogator sukses mendeteksi keberadaan Tannos di Bangkok, setelah tim interogator tiba di Bangkok, rupanya saat itu nan berkepentingan sudah berganti kebangsaan dan sudah menggunakan passport Guinnes Bissau, salah satu negara di Afrika Barat," ungkap Praswad.
"Sehingga pihak kepolisian Bangkok kesulitan memenuhi permintaan penangkapan Tannos oleh penegak norma Indonesia," ujar mantan interogator KPK ini menambahkan.
Praswad mencatat, pada 15 Februari 2022 Indonesia dan Singapura menandatangani perjanjian ekstradisi nan bakal bertindak efektif mulai Maret 2024.
Sementara itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan kesiapannya untuk membantu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam proses ekstradisi buronan kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik, Paulus Tannos namalain Thian Po Tjhin. Saat ini, Paulus diketahui tetap menjalani penahanan sementara di Changi Prison, Singapura.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa perkara tersebut sepenuhnya ditangani oleh KPK, bukan oleh Kejagung.
"Perkara ini ditangani teman-teman KPK, tadi mereka nan tahu apa kebutuhannya untuk pemulangan nan bersangkutan. Kami selama ini melalui atase sudah memfasilitasi dan ke depan kita siap memberi bantuan," ujar Harli saat dihubungi, Minggu 26 Januari 2025.
Kejagung Siap Bantu Ekstradisi Tannos
Sebelumnya, buronan kasus korupsi pengadaan KTP-el Paulus Tannos namalain Thian Po Tjhin ditangkap oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura pada 17 Januari 2025.
Paulus Tannos saat ini ditahan di Changi Prison setelah Pengadilan Singapura mengabulkan permintaan penahanan sementara. Penahanan sementara ini merupakan sistem nan diatur dalam Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura.
Atas penangkapan tersebut, pihak KPK, Kemenkum, Polri, dan Kejaksaan Agung langsung memulai proses pemenuhan beragam arsip dan persyaratan untuk segera memulangkan Tannos ke Indonesia.
Sebagai informasi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 13 Agustus 2019 lampau mengumumkan empat orang sebagai tersangka baru dalam pengembangan investigasi kasus korupsi pengadaan KTP elektronik namalain e-KTP.
Empat orang tersangka tersebut adalah Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos, Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhi Wijaya, personil Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI periode 2014–2019 Miryam S. Haryani, dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP elektronik Husni Fahmi.
KPK menduga kerugian finansial negara dalam kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik tersebut sekitar Rp2,3 triliun.
Meski demikian, salah satu tersangkanya, ialah Paulus Tannos namalain Thian Po Tjhin, diduga melarikan diri ke luar negeri setelah mengganti namanya dan menggunakan paspor negara lain.
Paulus Tannos diketahui telah masuk daftar pencarian orang (DPO) alias buron KPK sejak 19 Oktober 2021 dalam kasus dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik.