Kronologi Ott Pejabat Oku Sumsel Hingga Akhirnya Ditahan Kpk

Sedang Trending 3 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX
Daftar Isi

Jakarta, detikai.com --

Tim interogator KPK langsung menahan enam orang tersangka kasus dugaan suap proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, setelah melakukan pemeriksaan intensif selama 24 jam pasca-Operasi Tangkap Tangan (OTT) Sabtu (15/3).

Penahanan dilakukan untuk 20 hari pertama di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK bagian C1 dan K4. Tersangka terdiri dari dua klaster ialah penerima dan pemberi suap.

Empat tersangka selaku penerima suap ialah Kepala Dinas PUPR Kabupaten OKU Nopriansyah (NOV), Ketua Komisi III DPRD OKU M. Fahrudin (MFR), Anggota Komisi III DPRD OKU Ferlan Juliansyah (FJ) dan Ketua Komisi II DPRD OKU Umi Hartati (UH).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sedangkan dua tersangka dari pihak swasta ialah M. Fauzi namalain Pablo (MFZ) dan Ahmad Sugeng Santoso (ASS).

Kronologi OTT & bangunan perkara

Pada bulan Januari 2025 dilakukan pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kabupaten OKU Tahun Anggaran 2025.

Ketua KPK Setyo Budiyanto menuturkan terdapat pemufakatan jahat mengenai pembahasan tersebut. Tujuannya agar RAPBD TA 2025 dapat disahkan.

Perwakilan DPRD OKU menemui pihak pemerintah setempat dan meminta jatah "pokir" alias duit pokok pikiran.

"Kemudian disepakati bahwa jatah pokir tersebut diubah menjadi proyek bentuk di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang sebesar Rp40 miliar dengan pembagian nilai proyek sebagai berikut," kata Setyo.

"Untuk Ketua dan Wakil Ketua, nilai proyeknya disepakati adalah Rp5 miliar, sedangkan untuk personil itu adalah Rp1 miliar," imbuhnya.

Nilai proyek kemudian turun menjadi Rp35 miliar lantaran keterbatasan anggaran. Meskipun begitu, untuk fee-nya tetap disepakati sebesar 20 persen bagi personil DPRD, sehingga total fee-nya adalah sebesar Rp7 miliar.

"Nah, saat APBD Tahun Anggaran 2025 disetujui, anggaran Dinas PUPR naik dari pembahasan awal Rp48 miliar menjadi Rp96 miliar. Jadi, signifikan lantaran ada kesepakatan ya, maka nan awalnya Rp48 miliar bisa berubah menjadi 2 kali lipat," ungkap Setyo.

Saat itu, NOP selaku Kepala Dinas PUPR Kabupaten OKU menawarkan 9 proyek kepada MFZ dan ASS dengan komitmen fee sebesar 22 persen, ialah 2 persen untuk Dinas PUPR dan 20 persen untuk DPRD.

NOP kemudian mengondisikan pihak swasta nan mengerjakan dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk menggunakan beberapa perusahaan nan ada di Lampung Tengah. Kemudian penyedia dan PPK melakukan penandatanganan perjanjian di Lampung Tengah.

"Ada beberapa nama perusahaan ya, antara lain termasuk juga kegiatannya. nan pertama untuk rehabilitasi rumah dinas bupati, lebih kurang sekitar Rp8,3 miliar dengan penyedia CV RF," tutur Setyo.

Kemudian rehabilitasi rumah dinas wakil bupati senilai Rp2,4 miliar dengan penyedia CV RE, pembangunan Kantor Dinas PUPR Kabupaten OKU senilai Rp9,8 miliar dengan penyedia CV DSA, pembangunan jembatan di Desa Guna Makmur senilai Rp983 Juta dengan penyedia CV GR.

Kelima, peningkatan jalan poros Desa Tanjung Manggus, Desa Bandar Agung, senilai Rp4,9 miliar dengan penyedia CV DSA.

Selanjutnya peningkatan jalan Desa Panai Makmur-Guna Makmur senilai Rp4,9 miliar dengan penyedia CV ACN; peningkatan jalan Unit 16 Kedaton Timur senilai Rp4,9 miliar dengan penyedia CV MDR Coorporation; peningkatan jalan Letnan Muda M. Sidi Junet senilai Rp4,8 miliar dengan penyedia CV BH; dan peningkatan jalan Desa Makarti Tama sebesar Rp3,9 miliar dengan penyedia CV MDR Coorporation.

"Ini semua dilakukan oleh NOP dengan PPK. Mereka langsung berangkat ke wilayah Lampung, Provinsi Lampung, Kabupaten Lampung Tengah, dan berkoordinasi dengan para pihak," ucap Setyo.

"Jadi, pinjam nama, pinjam bendera, tetapi nan mengerjakan adalah kerabat MFZ dengan ASS," sambungnya.

Uang jelang lebaran

Menjelang lebaran, pihak DPRD OKU nan diwakili FJ, MFR dan UH menagih jatah fee proyek kepada NOP sesuai dengan komitmen. NOP kemudian menjanjikan bakal memberikan itu sebelum Hari Raya Lebaran melalui pencairan duit muka 9 proyek nan sudah direncanakan sebelumnya.

"Pada aktivitas ini, patut diduga bahwa berasas info nan diperoleh, pertemuan dilakukan antara personil dewan, kemudian Kepala Dinas PUPR juga dihadiri oleh pejabat bupati dan Kepala BPKD," ungkap Setyo.

Pada 11-12 Maret 2025, MFZ mengurus pencairan duit muka atas beberapa proyek. Keesokan harinya, 13 Maret, sekitar pukul 14 waktu setempat, MFZ mencairkan duit muka di bank daerah.

"Kemudian lantaran ada persoalan mengenai cash flow-nya, duit nan ada diprioritaskan untuk bayar THR, TPP dan penghasilan perangkat daerah," ucap Setyo.

Pada tanggal 13 Maret juga MFZ menyerahkan duit sebesar Rp2,2 miliar kepada NOP. Uang itu merupakan bagian komitmen di proyek nan kemudian diminta oleh NOP dititipkan di A (PNS pada Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kabupaten OKU).

Uang tersebut berasal dari duit muka pencairan proyek.

Selain itu, lanjut Setyo, pada awal Maret 2025, ASS sudah menyerahkan duit sebesar Rp1,5 miliar kepada NOP di rumah NOP.

Pada 15 Maret sekitar pukul 6.30, tim KPK mendatangi rumah NOP dan A, dan menemukan serta melakukan penyitaan duit sebesar Rp2,6 miliar nan merupakan duit komitmen dari MFZ dan ASS.

Secara paralel, tim KPK juga menangkap MFZ, ASS, serta FJ, MFR dan UH di rumahnya masing-masing.

Selain itu, tim KPK turut mengamankan pihak lain ialah A dan S.

"Dalam aktivitas tersebut, tim juga mengamankan peralatan bukti berupa satu unit kendaraan roda empat merek Toyota Fortuner BG 1851 ID, kemudian dokumen, beberapa perangkat komunikasi serta peralatan bukti elektronik lainnya," ungkap Setyo.

Ia menerangkan duit Rp1,5 miliar nan diserahkan di awal sebagian sudah digunakan untuk kepentingan NOP termasuk untuk pembelian mobil Toyota Fortuner. Sisa duit tetap ada.

Setelah itu, Setyo menuturkan tim KPK memintai keterangan para pihak terjaring OTT tersebut di Polres Baturaja dan Polda Sumsel. Mereka baru tiba di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Minggu (16/3) pagi.

"Berdasarkan hasil pembeberan tersebut telah ditemukan bukti permulaan nan cukup mengenai dugaan tidak pidana korupsi berupa penerimaan bingkisan alias janji dengan pengadaan peralatan dan jasa di lingkungan Dinas PUPR Kabupaten OKU dari tahun 2024 sampai dengan tahun 2025, selanjutnya semua sepakat untuk dinaikkan ke tahap investigasi dan menetapkan status tersangka," kata Setyo.

Empat tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a alias Pasal 12 huruf b dan Pasal 12 huruf f dan Pasal 12B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Ada dugaan penerimaan gratifikasi oleh penyelenggara negara (NOP alias personil DPRD OKU).

Sementara dua tersangka dari pihak swasta selaku pemberi ialah MFZ dan ASS disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a alias Pasal 5 ayat 1 huruf b UU Tipikor.

"Jad, ada 2 klaster. Ada pihak penerima dan pihak pemberi," kata Setyo.

Wanti-wanti KPK

Setyo menyampaikan terima kasih atas support dari masyarakat di Kabupaten OKU dan Sumsel, termasuk juga support dari Polda Sumatera Selatan dan Polres Baturaja.

Dalam kesempatan itu, dia mengingatkan kepada seluruh kepala wilayah dan personil legislatif terpilih agar menghindari praktik-praktik menyimpang seperti suap. Ada akibat norma terhadap perbuatan tersebut.

"Ini menurut saya adalah perihal nan semestinya menjadi perhatian bagi para pejabat pelaksana dan legislatif semuanya untuk tidak melakukan praktik-praktik penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangan untuk kepentingan pribadi nan tentunya berakibat kepada aspek penegakan norma seperti nan dialami oleh NOP dan kawan-kawan itu," kata Setyo.

"Kami berambisi bahwa seluruh kepala daerah, kemudian personil legislatif, tetap menjaga integritasnya, tidak memanfaatkan kepentingan dengan melakukan perubahan-perubahan APBD dengan memasukkan pokir nan akhirnya menurunkan kredibilitas daripada pemerintah wilayah itu sendiri," tandasnya.

(gil/ryn/gil)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya