Koalisi Sipil Sumbar: Pulau Sipora Mentawai Terancam Izin Korporasi

Sedang Trending 12 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, detikai.com --

Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera Barat mendesak Menteri Kehutanan dan Menteri Investasi/Kepala BKPM membatalkan Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) pada Hutan Produksi untuk perusahaan dengan luas sekitar 20.706 hektare di Kabupaten Kepulauan Mentawai.

Adapun izin rimba produksi nan diprotes itu berada di Pulau Sipora, Kabupaten Kepulauan Mentawai. Koalisi sipil Sumbar memprotes izin rimba produksi itu dengan menyatakan, "Pulau Sipora  hanya berukuran 615,18 km2 (kurang dari 2.000 km2) adalah pulau mini berasas UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan pulau-pulau kecil."

Koalisi sipil Sumbar itu terdiri atas sejumlah organisasi dan golongan aktivitas #SaveSiporaMentawai, nan beberapa di antaranya adalah LBH Padang, Walhi Sumbar, YCMM, JEMARI Sakato, Pusako, Nurani Perempuan, dan AJI Padang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Meminta Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk menegakkan ketentuan UU No. 27 Tahun 2007, jo. UU No. 6 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, nan secara tegas menyatakan bahwa pulau mini seperti Sipora kudu diprioritaskan untuk kepentingan konservasi, pendidikan, riset, pariwisata berkelanjutan, dan ketahanan pangan lokal - bukan untuk pemanfaatan rimba dalam skala besar," kata Koalisi Sipil Sumbar dalam siaran pers nan diterima Selasa (17/6). 

Mereka juga mendesak tim uji kepantasan lingkungan hidup Sumbar untuk menyatakan rencana upaya di Pulau Sipora itu tak layak lingkungan, dan Komisi Penilai AMDAL Pusat tidak menerbitkan persetujuan lingkungan untuk perusahaan.

"Menolak seluruh corak aktivitas pembalakan rimba alam di Pulau Sipora, lantaran bakal memperparah krisis ekologis, memperbesar akibat bencana, serta menakut-nakuti keberlanjutan mata pencaharian masyarakat budaya dan lokal, terutama golongan marginal seperti wanita pembudidaya pangan lokal (toek)," kata mereka.

Sebelumnya, mereka menyebut Menteri Investasi/Kepala BPKM mengeluarkan izin pada 28 Maret 2023 nan kemudian digunakan perusahaan untuk memanfaatkan hasil kayu rimba alam dan hasil rimba bukan kayu serta jasa lingkungan.

"Berkaitan dengan perihal tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera Barat menyatakan bahwa rencana upaya ini tidak layak lingkungan," ujar koalisi itu.

Koalisi sipil mengaku menemukan abnormal serius dalam proses penyusunan dan substansi arsip Kerangka Acuan dan Dokumen AMDAL dari mulai ketidaksesuaian izin pengelompokkan baku lapangan dan rencana upaya nan dicantumkan dalam permohonan izin lingkungan.

Mereka menilai rencana aktivitas upaya dapat berpotensi melanggar norma lantaran menyebabkan perusakan kediaman secara terlarangan dan ancaman kepunahan terhadap jenis endemik.

Dalam arsip AMDAL juga tidak digambarkan tentang jumlah masyarakat nan bakal kehilangan pekerjaan lantaran hilangnya kewenangan dan akses untuk memanfaatkan rimba nan menjadi areal konsesi.

Juga tidak ada gambaran mengenai berapa jumlah jiwa nan bakal terdampak jika sejumlah masyarakat bakal kehilangan kesempatan dalam memanfaatkan hutan.

"Karena tidak tergambarkan sebagai dampak, maka perusahaan tidak mempunyai rencana pemantauan dan pengelolaan untuk mengelola akibat kehilangan pekerjaan dan pendapatan tersebut," lanjut koalisi.

Selain gempa dan tsunami, Sipora juga rentan dengan musibah ekologis terutama banjir dan longsor.

Koalisi memaparkan sepanjang tahun 2024 di Sipora telah terjadi puluhan kali kejadian musibah ialah gempa bumi 7 kali, cuaca ekstrem 7 kali, banjir 6 kali, tanah longsor 3 kali, kebakaran rumah 2 kali, pergerakan tanah 1 kali dan pengikisan 1 kali.

Hingga buletin ini ditulis, CNNIndonesia.com belum mendapatkan pernyataan resmi dari BPKMmaupun Pemprov Sumbar mengenai protes koalisi sipil Sumbar tersebut.

(kid)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya