Koalisi Pendidikan Aksi Di Istana, Kirim Surat Terbuka Ke Prabowo

Sedang Trending 11 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, detikai.com --

Koalisi masyarakat sipil nan tergabung di Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menggelar tindakan teatrikal di Istana Merdeka dan Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat.

Dengan mengenakan kostum hitam dan payung hitam, para aktivis pendidikan ini menyampaikan simbol duka dan keprihatinan mendalam terhadap kondisi pendidikan nasional nan kian memprihatinkan, terutama akibat integritas nan rendah dan komersialisasi pendidikan semakin kuat.

Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji mengatakan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) nan jatuh pada 2 Mei bukan untuk dirayakan secara seremonial, melainkan dalam rangka perenungan dan bertindak menyelamatkan bangsa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami mau menyampaikan pesan kuat bahwa pendidikan kita sedang tidak baik-baik saja. Jika integritas pendidikan ambruk dan pendidikan dikomersialisasi, maka kita sedang memasang peledak waktu bagi kehancuran bangsa dari dalam," ujar Ubaid dalam orasinya, Jumat (2/5).

"Hari ini adalah momen berkabung nasional bagi bumi pendidikan kita," imbuhnya.

Ubaid menjelaskan pihaknya sudah mengusulkan uji materi ke MK (perkara nomor: 3/PUU-XXII/2024 sebagai ikhtiar menghentikan laju komersialisasi di sektor pendidikan. Sidang sudah melangkah selama satu tahun tetapi belum ada keputusan.

"Oleh lantaran itu, kami juga meminta MK segera mengabulkan permohonan sekolah bebas biaya nan memang sudah sejalan dengan amanah UUD 1945 ayat 31," kata Ubaid.

Surat untuk Presiden Prabowo

Dalam tindakan tersebut, koalisi turut menyampaikan surat terbuka ke Presiden RI Prabowo Subianto.

Koalisi mempertanyakan alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN nan tidak sepenuhnya digunakan secara akuntabel untuk meningkatkan kualitas pendidikan dasar dan menengah.

Ubaid menyerukan agar anggaran tersebut difokuskan pada kementerian nan bertanggung jawab langsung atas pendidikan, bukan menjadi bancakan puluhan kementerian alias lembaga.

"Segera lakukan audit dan pertimbangan menyeluruh atas penggunaan biaya pendidikan 20 persen dari APBN, serta berantas korupsi di sektor pendidikan," ucap dia.

Pada Juni 2024 lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti anggaran pendidikan nan lebih banyak mengalir ke sekolah kedinasan kementerian/lembaga dibandingkan Perguruan Tinggi Negeri (PTN), dan banyak lulusannya nan tidak otomatis menjadi PNS.

"Kita lihat berapa sih nan ke mahasiswa PTN? Ternyata hanya Rp7 triliun, sementara Rp32 triliun ada di perguruan tinggi nan diselenggarakan kementerian/lembaga," kata Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan, Juni 2024 lalu.

Berikut lima poin tuntutan koalisi pendidikan kepada Prabowo:

1. Prioritaskan sektor pendidikan serta letakkan penguatan integritas dan karakter sebagai prioritas utama dalam sistem pendidikan nasional (Sisdiknas).

2. Segera realisasikan sekolah bebas biaya secara nasional sebagaimana diamanatkan UUD 1945 dan UU Sisdiknas untuk semua anak, baik di sekolah negeri maupun swasta.

3. Hentikan komersialisasi pendidikan, penahanan ijazah, dan tindakan sekolah nan menjadikan biaya sebagai penghalang pendidikan.

4. Fokuskan anggaran pendidikan 20 persen APBN hanya pada kementerian nan menangani pendidikan secara langsung (Kemendikdasmen, Kemendiktisaintek, dan Kemenag). Jangan dijadikan bancakan oleh puluhan K/L!

5. Lakukan audit dan pertimbangan menyeluruh atas penggunaan biaya pendidikan 20 persen dari APBN, serta berantas korupsi di sektor pendidikan.

"JPPI berambisi pemerintah tidak sekadar terjebak pada program populis seperti Makan Bergizi Gratis nan saat ini tetap bermasalah di beragam daerah, tetapi betul-betul memastikan kewenangan atas pendidikan nan berkualitas, inklusif, dan bebas biaya untuk seluruh anak bangsa," kata Ubaid.

Dalam tindakan tersebut koalisi turut menyinggung temuan KPK nan menyatakan skor integritas sektor pendidikan sangat rendah (Survei Penilaian Integritas 2024). Selain itu, koalisi juga menyebut persentase anak tidak sekolah sangat tinggi ialah 3,9 juta anak (data Kemdikbud 2025).

Dua poin lain nan turut disinggung ialah kualitas dan pemerataan pendidikan nan jelek serta banyak gedung sekolah rusak nan tidak layak pakai (Data JPPI mengungkapkan 60,6 persen gedung SD dalam kondisi rusak).

Selanjutnya kesejahteraan guru, di mana lebih dari 2,6 juta pembimbing belum mendapatkan tunjangan pekerjaan (data Dapodik, 2024).

(ryn/wis)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya