ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com - Rupiah ambruk terhadap dolar Amerika Serikat (AS) begitu pula Surat Berharga Negara (SBN) nan diobral penanammodal khususnya setelah Presiden AS, Donald Trump menandatangani perintah soal tarif dagang.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah tergelincir 0,98% pada hari ini (03/02/2025) pukul 11:15 WIB di nomor Rp16.455/US$. Depresiasi ini telah terjadi selama tiga hari beruntun alias sejak 30 Januari 2025.
Posisi ini juga merupakan nan terparah sejak pandemi Covid-19 alias sekitar lima tahun terakhir.
Tidak sampai disitu, tekanan nan terjadi pada rupiah diikuti dengan tindakan jual penanammodal dari pasar SBN baik tenor lima dan 10 tahun.
Pantaun detikai.com menunjukkan bahwa imbal hasil SBN tenor lima tahun saat ini berada di nomor 6,876% alias naik 0,031 poin persentase (3,1 pedoman poin) dibandingkan Jumat lampau (31/01/2025).
Begitu pula dengan imbal hasil SBN tenor 10 tahun saat ini juga melesat 0,114 poin persentase (11,4 pedoman poin) dan berada di posisi 7,098%.
Jika perihal ini terus dibiarkan, maka hingga akhir pekan ini, besar kemungkinan akumulasi jual oleh penanammodal khususnya penanammodal asing dari pasar SBN bakal cukup besar.
Sebagai informasi, hubungan yield dan nilai pada SBN ini berbanding terbalik, artinya ketika yield naik berfaedah nilai obligasi turun, perihal ini menunjukkan penanammodal nan kembali menjual SBN.
Penyebab Terpuruknya Rupiah & SBN
Trump menjadi salah satu aspek utama tertekannya rupiah dan melesatnya imbal hasil SBN RI. Trump akhirnya menerapkan kenaikan tarif impor nan telah lama direncanakannya atas barang-barang dari Kanada, Meksiko, dan China. Tarif tersebut diharapkan mulai bertindak pada Selasa, 4 Februari 2025.
Sebelumnya, pada Sabtu (01/02/2025), Trump menandatangani perintah nan mengenakan tarif sebesar 25% atas impor dari Meksiko dan Kanada, serta bea masuk sebesar 10% atas produk China.
Sementara itu, sumber daya daya dari Kanada bakal menerima tarif sebesar 10%. Sebagai catatan, nilai perdagangan AS dan tiga negara ini mencapai total US$ 1,6 triliun per tahun.
Trump telah lama mempromosikan tarif sebagai langkah untuk menegosiasikan kesepakatan nan lebih baik dengan mitra jual beli AS. Dia pun menegaskan kebijakan ini dilakukan demi melindungi industri dalam negeri dari persaingan asing, dan mendapatkan pendapatan. Di Ruang Oval pada wawancara pada Jumat, Trump mengatakan keputusannya untuk mengenakan tarif pada barang-barang dari Kanada, Meksiko, dan China adalah "murni ekonomi". Namun, para ahli ekonomi cemas perihal ini dapat 'menyalakan' kembali inflasi pada saat tampaknya tekanan nilai mulai mereda.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Bankir Beberkan Efek Era Trump 2.0 ke Rupiah Hingga IHSG & SBN
Next Article Trump Menang Pemilu AS, Dolar Turun ke Rp15.790