ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Kecelakaan tabrakan antara kereta api dan kendaraan masyarakat di perlintasan sebidang tetap terjadi. Masyarakat diimbau agar lebih mematuhi prosedur keselamatan di perlintasan sebidang agar perihal ini tidak terus menerus berulang.
Terakhir, kejadian ini terjadi pada di perlintasan sebidang JPL nomor 27 Cilebut, di area Tanah Sareal, Kota Bogor. Dalam kejadian itu ada satu unit mobil nan tiba-tiba seperti tersangkut di tengah rel dan tidak bisa bergerak sehingga saat kereta lewat mobil itu tertabrak. Dugaan awal kejadian terjadi lantaran kelalaian pengemudi mobil nan tidak mematuhi prosedur keselamatan.
Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata memaparkan sudah ada sederet produk norma nan memberikan pedoman dan tata langkah bagi masyarakat dengan kendaraaannya untuk melewati perlintasan sebidang. Semua patokan itu bermuara pada satu prinsip utama, ialah mendahulukan kereta api untuk lewat dan jangan menerobos.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pada perlintasan sebidang antara jalan dengan jalur kereta api, pengemudi kendaraan wajib mendahulukan kereta api, memberikan kewenangan utama kepada kereta nan lebih dulu melintasi rel," tulis Djoko dalam catatannya kepada detikaicom, dikutip Minggu (20/4/2025).
Dalam catatannya, dia mengutip Pasal 110 pada Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api. Beleid itu menyebut pada perpotongan sebidang antara jalur kereta api dengan jalan nan selanjutnya disebut dengan perpotongan sebidang nan digunakan untuk lampau lintas umum alias lampau lintas khusus, pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api.
Pria nan juga menjadi Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat itu memaparkan salah satu tata langkah lampau lintas di perlintasan sebidang termaktub dalam Peraturan Direktur Jenderal Darat Nomor SK 770/KA.401/DRJD/2005 tentang Pedoman Teknis Perlintasan Sebidang Antara Jalan dengan Jalur Kereta Api.
Dalam patokan itu disebutkan setiap pengemudi kendaraan bermotor dan tidak bermotor nan bakal melintasi perlintasan sebidang kereta api wajib mengurangi kecepatan kendaraan sewaktu memandang rambu peringatan adanya perlintasan.
Kemudian pengemudi juga kudu menghentikan kendaraan sejenak sebelum melewati perlintasan, menengok ke kiri dan ke kanan untuk memastikan tidak ada kereta api nan bakal melintas,. Pengemudi juga dilarang mendahului kendaraan lain di perlintasan.
Setiap pengemudi kendaraan bermotor alias tidak bermotor wajib berakhir di belakang marka melintas berupa tanda garis melintas untuk menunggu kereta api melintas.
Selain itu, pengemudi kendaraan bermotor juga dilarang menerobos perlintasan saat pintu perlintasan ditutup, tidak menerobos perlintasan dalam kondisi lampu isyarat warna merah menyala pada perlintasan nan dilengkapi lampu isyarat lampau lintas.
Di sisi lain, pengemudi juga diwajibkan untuk memastikan bahwa kendaraannya dapat melewati rel, sehingga pengemudi kudu memastikan terlebih dulu kondisi rel sedang kosong saat mau lewat. Pada saat melewati rel, pengemudi diminta untuk membuka jendela samping pengemudi, agar dapat memastikan ada tidaknya tanda peringatan kereta bakal melewati perlintasan.
Lalu, andaikan mesin kendaraan tiba-tiba meninggal di perlintasan, maka pengemudi kudu dapat memastikan kendaraannya keluar dari areal perlintasan.
Djoko menekankan kereta api tidak dapat berakhir mendadak alias berakhir di tempat nan tidak ditentukan. Hal ini disebabkan 4 faktor, pertama kereta api mengangkut penumpang dalam jumlah banyak alias peralatan dalam tonase nan besar. Kedua roda kereta api dan jalan rel terbuat dari besi, sehingga nilai friksinya mini dan tidak dapat berakhir mendadak.
Ketiga, kereta api sendiri terikat di rel kereta api, sehingga tidak dapat berbelok alias mengelak andaikan terjadi sesuatu alias terdapat sesuatu nan menghalangi jalannya.
"Keempat, kereta api tidak dilengkapi dengan kemudi, sehingga tidak dapat mengelak alias berbelok seperti kendaraan lain. Kereta api hanya dilengkapi dengan wesel di stasiun nan berfaedah untuk memindahkan jalur," beber Djoko.
Djoko menilai kejadian kecelakaan di perlintasan sebidang sudah semestinya menjadi perhatian krusial pemangku kepentingan. Sebab, setiap tahun kecelakaan serupa makin naik jumlah kejadiannya.
Total kejadian kecelakaan di perlintasan sebidang mengalami peningkatan dalam lima tahun terakhir. Dari info nan dia bagikan, dalam lima tahun terakhir terjadi 1.499 kecelakaan di perlintasan sebidang. Lokasi kecelakaan 81% terjadi di perlintasan nan tidak dijaga.
Rinciannya, sejak tahun 2020 sebanyak 269 kejadian, berikutnya tahun 2021 ada 277 kejadian, tahun 2022 ada 288 kejadian, tahun 2023 ada 328 kejadian, dan tahun 2024 ada 337 kejadian.
Jenis kendaraan terdampak 55% adalah sepeda motor dan kendaraan roda empat dan lebih sebanyak 45%. Total korban 1.226 orang selama 2020 -2024. Sebanyak 450 meninggal dunia, 318 luka berat dan 458 luka ringan. Rata-rata ada 24 orang menjadi korban dalam satu bulan.
Jumlah lokomotif tertemper tahun 2020 sebanyak 490 unit, tahun 2021 sebanyak 527 unit, tahun 2022 ada 617 unit, tahun 2023 sebanyak 660 unit, dan tahun 2024 mencapai 756 unit.
(hal/kil)