ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Pasar Mangga Dua sedang menjadi sorotan pemerintah Amerika Serikat (AS) lantaran disebut menjadi tempat produk-produk bajakan dijual. Lantas apakah produk-produk bajakan tetap diminati masyarakat Indonesia?
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira menilai peralatan bajakan tetap susah diberantas di Indonesia lantaran gerbang masuk peralatan terlarangan tersebut di perbatasan cukup banyak. Di sisi lain, tetap adanya persoalan pengawasan pada peralatan bajakan dalam negeri.
"Data terakhir 2022 sekitar Rp 291 triliun peredaran peralatan palsu. Porsinya setara 10% dari total PDB Sektor perdagangan besar dan eceran. Jadi cukup signifikan," kata Bhima kepada detikaicom, Minggu (20/4/2025)
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bhima menyebut konsumen dengan daya beli nan terbatas memang memilih peralatan bajakan dibanding peralatan asli. Adapun beberapa argumen masyarakat membeli peralatan bajakan alias palsu.
Pertama, nilai nan lebih terjangkau, sesuai dengan kondisi finansial masyarakat nan sedang tertekan. Kedua, masyarakat sebagian tetap Fear of Missing Out (FOMO) sehingga menyukai peralatan nan mempunyai brand terkenal meski palsu.
Ketiga, tidak ada hukuman bagi konsumen nan membeli peralatan palsu. Keempat, masih masifnya penjualan peralatan tiruan di marketplace dan toko fisik. Untuk itu, Bhima menilai pemerintah kudu memperketat pengawasan masuknya peralatan impor terlarangan di area pabean hingga perbatasan alias jalur tikus.
"Sanksi kepada pedagang dan produsen peralatan tiruan di dalam negeri misalnya pencabutan izin upaya hingga pidana. Lalu edukasi kepada masyarakat khususnya generasi muda untuk membeli peralatan asli," jelas Bhima.
Senada, Direktur Eksekutif INDEF Esther Sri Astuti menilai produk bajakan sudah ada sejak dulu. Menurut dia, produk bajakan tetap digemari lantaran murah meskipun kualitas lebih jelek serta produk nan mengikuti perkembangan zaman.
"Kenapa tetap ada? Karena memang ada permintaan dari konsumen dan peredaran peralatan seperti 'dilindungi'. Karena ada rent seeker juga," kata Esther kepada detikaicom.
Esther pun menyebut ada beberapa langkah agar kejadian ini dapat diatas. Pertama, nilai peralatan original kudu terjangkau sehingga perbedaan nilai antara original dan bajakan lebih kecil. Kedua, ada ketegasan dari pemerintah untuk memberantas produk bajakan.
Sebelumnya, Dikutip dari laporan National Trade Estimate (NTE) Report on Foreign Trade Barriers nan dirilis pada akhir Maret 2025, United State Trade Representative (USTR) membahas daftar halangan perdagangan dari 59 negara mitra dagangnya, termasuk Indonesia.
Diketahui, laporan ini dirilis beberapa hari sebelum Presiden AS Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif impor resiprokal. Di Indonesia, USTR menyinggung Pasar Mangga Dua nan masuk ke dalam daftar tersebut, berbareng dengan beberapa pasar daring Indonesia.
"Indonesia tetap berada dalam Daftar Pantauan Prioritas dalam Laporan Khusus 301 tahun 2024," tulis USTR, dikutip dari laporan tersebut, Sabtu (19/4/2025).
Meskipun Indonesia baru-baru ini telah mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan perlindungan dan penegakan Hak Kekayaan Intelektual (HKI), termasuk memperluas gugus tugas penegakan HKI dan meningkatkan upaya untuk mengatasi pembajakan daring, tetap ada kekhawatiran nan signifikan dari pelaku upaya AS.
"Pembajakan kewenangan cipta dan pemalsuan merek jual beli nan meluas (termasuk daring dan di pasar fisik) merupakan kekhawatiran utama. Pasar Mangga Dua di Jakarta terus tercantum dalam Tinjauan Pasar Terkenal untuk Pemalsuan dan Pembajakan Tahun 2024, berbareng dengan beberapa pasar daring Indonesia," jelas USTR.
(acd/acd)