ARTICLE AD BOX
Jakarta, CNBC Indonesia — Pinjaman daring (Pindar) alias pinjol saat ini memberikan banyak kemudahan bagi masyarakat nan memerlukan pinjaman. Pasalnya pindar menawarkan akses biaya nan lebih mudah dibandingkan perbankan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat outstanding pembiayaan pinjol peer-to-peer lending (P2P) konsisten mengalami pertumbuhan signifikan. Hingga akhir Februari 2025 alias sebulan sebelum lebaran nilai outstanding P2P lending tumbuh 31,6% secara tahunan (yoy) menjadi Rp 87 triliun.
Akan tetapi perihal itu diikuti dengan tingkat angsuran macet alias tingkat wanprestasi 90 hari (TWP90) ikut terkerek naik. Per Februari TWP90 berada di posisi 2,78%, naik 26 pedoman poin dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Ketua ICT Watch Indriyatno Banyumurti mengatakan bahwa kasus kandas bayar (galbay) pinjol memang tetap marak terjadi. Faktornya beragam, mulai dari keterbatasan uang, manajemen finansial nan buruk, hingga kurangnya pemahaman tentang persyaratan pinjaman.
Padahal akibat kandas bayar utang pinjol cukup besar, seperti dihantui denda menggunung, gangguan psikologis akibat utang nan menumpuk, hingga ancaman hukum.
Selain akibat hukum, galbay juga berakibat pada penurunan skor angsuran SLIK OJK bagi penggunanya. Hal ini dapat mengakibatkan kesulitan dalam pengajuan angsuran seperti pembelian kendaraan bermotor alias angsuran rumah.
Oleh lantaran itu satu hal paling krusial sebelum mengusulkan pinjol adalah memerhatikan keahlian diri untuk melunasi pinjaman sebelum jatuh tempo agar tidak diteror oleh debt collector.
OJK mengatakan bahwa debt collector alias petugas penagihan menjadi satu rumor nan paling banyak diadukan oleh konsumen.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan Edukasi dan Perlindungan Konsumen Friderica Widyasari Dewi mengatakan bahwa sekitar 50% pengaduan nan diterima OJK terkait dengan debt collector.
Kiki menyebut mengenai perihal itu,OJK telah melakukan dua upaya, preventif dan kuratif. Secara preventif, OJK telah merilis POJK Nomor 22 Tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan.
Selanjutnya, OJK juga memberikan edukasi kepada masyarakat. Kiki mengingatkan agar konsumen bukan hanya meminta kewenangan perlindungan konsumen, tetapi juga bertanggung jawab dalam melakukan pembayaran. "Kita terus edukasi jika tidak mau ketemu debt collector ya bayar, kewajibannya seperti apa," kata Kiki.
Apabila konsumen tidak bisa membayar, Kiki menyarankan untuk konsumen secara aktif meminta restrukturisasi kepada lembaga keuangan. Akan tetapi dia mengatakan keputusan akhir mengenai restrukturisasi merupakan kewenangan perusahaan keuangan.
"Tapi dari pada dicari-dicari mending proaktif sendiri jika memang ada tanggungjawab nan belum bisa dipenuhi," katanya.
(mkh/mkh)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Premi Lari ke Luar, Efek Reasuransi Lokal Tak Bisa Tampung?
Next Article 7 Aturan Baru Pinjol, Debt Collector Boleh Tagih Nasabah