ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Pasar aset mata uang digital kembali melanjutkan tren penguatan setelah tensi jual beli antara Amerika Serikat dan China mulai mereda. Bitcoin sempat menyentuh level tertinggi di US$ 105.800 alias sekitar Rp 1,74 miliar (kurs Rp 16.500/US$) pada perdagangan Senin (12/5/2025).
Seperti diketahui, kedua negara menyepakati penurunan tarif sementara selama 90 hari, dengan total pemangkasan sebesar 115%. AS memangkas tarif dari 145% menjadi 30%, sementara China menurunkan bea masuk dari 125% menjadi 10%. Kesepakatan ini diumumkan dalam pernyataan berbareng usai perundingan di Swiss.
Financial Expert Ajaib, Panji Yudha menilai sentimen positif langsung menyebar ke pasar mata uang digital dengan sebagian besar altcoin mengalami kenaikan impulsif. Senin (12/5/2025) Bitcoin tercatat naik 8,27%, sempat menyentuh level tertinggi dalam nyaris empat bulan di kisaran $105.800 sebelum terkoreksi tipis ke sekitar $102.827.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pasca Upgrade Pectra Ethereum melampaui kenaikan mingguan BTC. ETH tercatat melesat 35,86% dan sempat mencapai nilai $2.600, sebelum akhirnya turun ke level $2.465 pagi ini Selasa (13/5/2025) pukul 08:00 WIB.
"Ketegangan dunia nan mereda telah memberi ruang bagi aset mata uang digital untuk reli dalam beberapa hari terakhir. Meski demikian, penanammodal perlu tetap waspada tindakan keuntungan taking jangka pendek. Dari analisa teknikal, Momentum bullish berpotensi bersambung andaikan BTC bisa memperkuat diatas MA-20 (US$97.645) dan support psikologis US$ 100.000," kata Panji dalam keterangannya, Selasa (13/5/2025).
Meskipun minat terhadap produk ETF spot Bitcoin di Amerika Serikat menunjukkan sedikit pelemahan, akumulasi oleh lembaga tetap terus berlangsung. Panji membeberkan sepanjang pekan lampau (5-9 Mei), total biaya masuk ke ETF Bitcoin AS tercatat sebesar US$599 juta.
Angka ini memang turun dibanding pekan sebelumnya US$1,81 miliar. Namun tetap mencerminkan permintaan institusional nan stabil, terutama di tengah nilai BTC nan tetap tinggi. Pada akhir April, aliran biaya sempat melonjak hingga US$3 miliar, menandakan potensi akumulasi belum sepenuhnya mereda.
"Pelemahan inflow saat ini berpotensi menjadi fase konsolidasi sebelum masuknya gelombang akumulasi berikutnya dari pelaku institusi," terang Panji.
Lebih lanjut, konsentrasi penanammodal sekarang beranjak ke rilis info inflasi Amerika Serikat, khususnya Indeks Harga Konsumen (CPI) untuk bulan April nan bakal diumumkan pada 13 Mei. Proyeksi saat ini menunjukkan penurunan tahunan ke 2,3%. Jika sesuai ekspektasi, perihal ini dapat memperkuat pandangan bahwa inflasi AS tengah melandai, membuka kesempatan kebijakan suku kembang nan lebih lenggang ke depan.
Sebelumnya, CPI Maret nan dirilis pada 10 April menunjukkan penurunan ke 2,4% dari 2,8% di Februari, lebih rendah dari ekspektasi 2,5 persen. Jika info April kembali menunjukkan penurunan, ini bakal menjadi kejutan positif ketiga secara berturut-turut.
"Penurunan inflasi berpotensi menjadi katalis bagi Bitcoin untuk melanjutkan tren naik, terutama jika tidak ada gangguan baru dari sisi geopolitik alias kebijakan dagang. Namun, jika CPI justru naik di atas perkiraan, perihal ini bisa memicu penguatan dolar dan tekanan jual pada aset berisiko termasuk kripto," tambah dia.
Meskipun sentimen pasar membaik, Federal Reserve tetap berhati-hati. Dalam pernyataan terakhirnya, Ketua The Fed Jerome Powell menegaskan bahwa penurunan suku kembang belum dapat dipastikan dan diperlukan waktu untuk mengevaluasi akibat ekonomi dari kebijakan tarif.
Meski demikian, aspek likuiditas tetap mendukung pasar. Departemen Keuangan AS terus menyuntikkan dolar ke dalam sistem keuangan, sementara persediaan Bitcoin di bursa tercatat menyentuh level terendah dalam tujuh tahun terakhir.
Dengan dinamika saat ini, pasar mata uang digital berada dalam posisi nan relatif kuat untuk melanjutkan penguatan. Namun, ruang untuk volatilitas tetap terbuka, terutama menjelang rilis info inflasi dan perkembangan makro lainnya.
"Jumlah pasokan BTC kian terbatas didukung sistem halving, di tengah likuiditas nan tinggi berpotensi mendukung kelanjutan tren naik Bitcoin dalam beberapa pekan ke depan. Selain itu, potensi pemotongan suku kembang bakal menjadi katalis nan dapat mendorong BTC mencetak nilai tertinggi baru melampaui $109.000," tutup Panji.
(rea/eds)