Generasi Muda Fkppi Komitmen Jaga Demokrasi Di Tengah Transformasi Peran Tni

Sedang Trending 1 hari yang lalu
ARTICLE AD BOX

detikai.com, Jakarta - Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dito Ariotedjo menghadiri aktivitas Halalbihalal dan Forum Diskusi Panel nan digelar Generasi Muda Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI-Polri (GM FKPPI).

Dalam sambutannya, Dito mengapresiasi aktivitas nan digelar oleh GM FKPPI sebagai corak kontribusi nyata dalam membangun logika kritis dan semangat kebangsaan di tengah era modern.

“Saya mendorong GM FKPPI untuk terus menyelenggarakan diskusi-diskusi konstruktif serta aktif memberikan info nan jeli di tengah maraknya penyebaran disinformasi, fitnah, dan kebencian nan menakut-nakuti kohesi sosial bangsa,” kata Dito, Kamis (17/4/2025).

Acara nan digelar di Premier Lounge SCBD tersebut bukan sekadar ruang silaturahmi pasca Idulfitri, tetapi menjadi momen strategis untuk berbincang terkait dinamika pertahanan nasional. Forum ini dihadiri oleh puluhan peserta dari kalangan pemuda, akademisi, serta perwakilan organisasi strategis.

Adapun obrolan panel menghadirkan dua tokoh ahli filsafat kebijakan pertahanan dan transformasi sosial, Direktur Eksekutif Human Studies Institute Dr. Rasminto, M.Pd. dan Guru Besar Universitas Negeri Jakarta sekaligus master resolusi bentrok dan relasi sipil-militer Prof. Dr. Abdul Haris Fatgehipon, M.Si.

Acara dibuka secara resmi oleh Ketua Umum PP GM FKPPI Shandy Mandela Simanjuntak. Dalam pidatonya, Shandy menegaskan pentingnya peran generasi muda dalam menyikapi dinamika kebijakan pertahanan, termasuk soal transformasi peran TNI.

“Kami berasal dari family besar pejuang. Darah TNI-Polri mengalir di tubuh kami. Tapi justru lantaran itulah kami mengerti bahwa kekuatan sejati militer terletak pada pengabdian, bukan dominasi. UU TNI nan baru disahkan kudu melibatkan rakyat, terutama generasi muda nan bakal mewarisi dampaknya,” ujar Shandy.

Isu Pertahanan Nasional

Dalam konteks itu, posisi GM FKPPI terhadap rumor pertahanan nasional selalu dibangun atas prinsip menjaga keseimbangan antara kekuatan negara dan kedaulatan rakyat. Mereka menolak militerisme, tetapi juga tak antimiliter. Mereka memahami peran krusial TNI sebagai garda terdepan pertahanan, namun dengan koridor kerakyatan nan sehat.

Sedangkan pemaparan pertama disampaikan oleh Dr. Rasminto, nan mengurai urgensi yuridis dan institusional dari UU TNI nan baru disahkan. Ia menekankan bahwa perubahan konstelasi keamanan dunia dan area Asia-Pasifik menuntut penyesuaian struktur TNI nan lebih responsif dan legal formal.

“Pembentukan struktur seperti Kogabwilhan dan Koopsus belum sepenuhnya diakomodasi dalam UU TNI sebelumnya. Revisi ini dibutuhkan agar struktur organisasi dan operasi TNI mempunyai dasar norma nan kuat dan relevan terhadap tantangan mutakhir, termasuk serangan siber dan penanggulangan bencana,” ungkapnya.

Ia juga menyoroti pentingnya peningkatan kesejahteraan prajurit dan memperkuat sinergi antara TNI, Polri, dan pemerintah sipil. “Kalau kita bicara pengabdian militer, maka kita juga bicara tentang keadilan sosial dan perlindungan bagi mereka nan berada di garis depan,” tambahnya.

Dimensi Historis Pembentukan TNI

Sementara itu, Prof. Abdul Haris Fatgehipon mengangkat dimensi historis pembentukan TNI oleh kaum muda. Ia menekankan bahwa sejak awal, keberadaan TNI adalah hasil dari kesadaran generasi muda tentang pentingnya pertahanan nan merdeka dan berbasis kedaulatan rakyat.

“Kita kudu ingat bahwa kekuatan TNI di masa revolusi bukan sekadar senjata, tapi integritas dan loyalitas terhadap rakyat. UU TNI nan baru disahkan kudu menjaga semangat itu, bukan menjauhkannya,” ujarnya.

Lebih jauh, dia menyoroti pentingnya peran generasi muda dalam menjaga kontrol sipil terhadap militer di tengah tantangan kontemporer. “Patriotisme bukan berfaedah diam. Justru ketika kita bicara, berdiskusi, dan mengkritisi demi republik, itulah corak tertinggi cinta Tanah Air,” pungkasnya.

Suara Generasi Baru, Perubahan nan Bermakna Sesi tanya jawab berjalan dinamis. Beberapa peserta menyuarakan kekhawatiran bahwa ekspansi peran TNI dalam bagian non-militer dapat menciptakan ruang abu-abu antara kegunaan sipil dan militer.

Di sisi lain, muncul angan agar TNI lebih siap menghadapi tantangan baru seperti siber, musibah iklim, dan ancaman non-tradisional lainnya, tentu dalam bingkai kerakyatan dan supremasi sipil. Forum ini ditutup dengan penyerahan plakat kepada para narasumber, disusul ramah tamah antar peserta.

Namun nan lebih krusial dari semua prosesi itu adalah bibit kesadaran nan tumbuh di antara generasi muda tentang pentingnya keterlibatan mereka dalam menentukan arah strategis bangsa. “Kami bukan anti TNI. Justru lantaran kami bagian dari family besar TNI, kami mau militer kita dihormati lantaran pengabdiannya, bukan ditakuti lantaran kekuasaannya,” pungkas Shandy.

Selengkapnya