Empat Tambang Nikel Ditutup, Dpr: Ini Langkah Nyata Selamatkan Raja Ampat

Sedang Trending 1 hari yang lalu
ARTICLE AD BOX

detikai.com, Jakarta Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Andar Amin Harahap, menyampaikan apresiasi terhadap langkah tegas pemerintah dalam mencabut izin operasi empat perusahaan tambang nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Menurutnya, keputusan ini mencerminkan komitmen nyata dalam menjaga kelestarian lingkungan di area nan menjadi ikon konservasi dunia.

"Pencabutan izin ini adalah langkah sigap dan tepat. Pemerintah, khususnya Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, menunjukkan kesungguhan dalam merespons ancaman kerusakan ekosistem. Ini demi kebaikan bangsa dan negara," ujar Andar dalam keterangan tertulis, Rabu (11/6/2025).

Empat perusahaan tambang nikel nan dicabut izinnya ialah PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Kawei Sejahtera Mining. Keputusan ini diumumkan secara resmi dalam konvensi pers campuran oleh Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, dan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, pada Selasa (10/6/2025).

Andar menekankan pentingnya kebijakan ini dalam menjaga keutuhan area Raja Ampat, nan telah ditetapkan sebagai UNESCO Global Geopark sejak 2020 dan dikenal sebagai salah satu wilayah dengan tingkat keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia.

Kerusakan ekosistem akibat aktivitas pertambangan, menurutnya, dapat berakibat jangka panjang terhadap keberlanjutan lingkungan dan ekonomi masyarakat setempat, terutama nan berjuntai pada ekowisata dan perikanan tradisional.

"Pemerintah menunjukkan keberpihakan pada prinsip pembangunan berkelanjutan. Ini menjadi contoh konkret bahwa pertumbuhan ekonomi tidak boleh mengorbankan warisan ekologi kita," ujar personil DPR itu.

Namun, Andar juga menjelaskan bahwa pencabutan izin ini tidak mencakup PT GAG Nikel nan tetap diizinkan beraksi di Pulau Gag. Perusahaan tersebut telah memenuhi persyaratan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan memegang Kontrak Karya Generasi VII sejak 1998. Saat ini, PT GAG telah memasuki tahap operasi produksi berasas Keputusan Menteri ESDM Nomor 430.K/30/DJB/2017 nan bertindak hingga 2047.

"Hal ini membuktikan bahwa kebijakan nan diambil bukan didasarkan pada pertimbangan politis, tetapi berdasarkan aspek legal dan ekologis. Menteri ESDM menunjukkan ketegasan dan komitmen terhadap pengelolaan sumber daya nan berkelanjutan," kata Andar.

Pemerintah resmi mencabut izin empat perusahaan tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Kabar tersebut diungkap oleh Mensesneg Prasetyo Hadi.

Raja Ampat Hadapi Tekanan dari Aktivitas Eksplorasi Pertambangan

Raja Ampat merupakan wilayah kepulauan di Papua Barat Daya nan terdiri dari lebih dari 1.500 pulau kecil, atol, dan shoal. Kawasan ini dikenal sebagai pusat keanekaragaman hayati laut dunia, dengan lebih dari 1.300 jenis ikan dan 600 jenis karang. UNESCO menetapkannya sebagai Global Geopark lantaran nilai geologis, ekologis, dan budaya nan luar biasa.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, Raja Ampat menghadapi tekanan besar dari aktivitas eksplorasi dan pemanfaatan sumber daya alam, termasuk pertambangan.

Potensi nikel di Papua menarik banyak investor, namun di sisi lain memunculkan akibat kerusakan lingkungan dan bentrok lahan adat. Pemerintah pusat mulai mengambil langkah tegas untuk menertibkan izin-izin tambang nan dinilai tidak sesuai dengan norma keberlanjutan dan perlindungan area konservasi.

Andar berambisi kebijakan ini menjadi titik kembali dalam penataan ulang tata kelola sumber daya alam nasional. "Ini saatnya memperkuat keseimbangan antara perlindungan lingkungan hidup dan optimasi hilirisasi sumber daya secara berkelanjutan. Raja Ampat kudu menjadi contoh, bukan korban," kata Andar.

Raja Ampat Jadi Pelajaran, Pemerintah Jangan Ugal-ugalan Terbitkan Izin Tambang

Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam meminta Pemerintah mengevaluasi sistem publikasi izin upaya pertambangan (IUP) agar aktivitas tambang tidak melanggar patokan seperti nan terjadi di Raja Ampat.

"Kejadian di Raja Ampat bisa menjadi pembelajaran bagi pemerintah untuk tidak ugal-ugalan menerbitkan izin tambang. Jangan sampai pemerintah menjadi makelar tambang," kata Mufti dalam keterangannya, Selasa (10/6/2025).

Politikus PDIP ini mengingatkan, Raja Ampat memiliki mega keanekaragaman nan merupakan kediaman bagi ratusan jenis tanaman dan hewan nan unik, langka, dan terancam punah. Sehingga, aktivitas pertambangan sangat merugikan ekosistem lingkungan hidup dan kemakmuran masyarakat setempat.

"Yang digali bukan hanya tambang, tapi nilai diri kita sebagai bangsa! Raja Ampat bukan untuk ditambang, tapi untuk dijaga. Pemerintah nan membiarkan tambang masuk ke sana, sama saja dengan menghancurkan masa depan anak cucu kita," tuturnya.

Mufti pun mengingatkan, penambangan di pulau-pulau mini di Raja Ampat tak hanya merusak lingkungan, tapi juga bertentangan dengan UU Nomor 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil jo UU No 27 tahun 2007 nan melarang aktivitas pertambangan di pulau nan luasnya kurang dari 2.000 km2.

Mengapa Izin Bisa Terbit?

Oleh karenanya, Mufti menyoroti gimana bisa izin tambang terbit di Raja Ampat nan kebanyakan merupakan wilayah konservasi. Apalagi sebagian tambang berdekatan dengan Pulau Piaynemo, nan dikenal sebagai lokasi wisata utama di Raja Ampat.

"Bahkan bisa-bisanya Peraturan Daerah Kabupaten Raja Ampat Nomor 3 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) justru menetapkan beberapa pulau mini sebagai area pertambangan nan sangat bertentangan dengan undang-undang," ujar Mufti.

"Belum lagi adanya respons sejumlah pejabat nan terkesan memihak aktivitas tambang lampau muncul narasi-narasi nan bertentangan dengan bunyi masyarakat original Papua," imbuhnya.

Mufti mengatakan Raja Ampat merupakan area konservasi dan pariwisata kelas dunia, bukan area industri ekstraktif. Sehingga, menurutnya, tidak masuk logika jika muncul izin-izin pertambangan di area Raja Ampat.

"Sudah cukup rimba habis, laut rusak, masyarakat budaya digusur. Kita tidak boleh menggadaikan alam nan bakal menjadi modal kehidupan masa depan," sebut Mufti.

Selengkapnya