ARTICLE AD BOX
detikai.com, Jakarta - Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) menjadi perihal nan sangat krusial dalam upaya mewujudkan pemerintahan bersih dan transparan. LHKPN bukan sekadar formalitas, melainkan instrumen krusial untuk mencegah praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di kalangan penyelenggara negara.
Lalu, apa sebenarnya LHKPN itu? Mengapa pelaporan harta kekayaan ini begitu penting?
LHKPN adalah daftar komplit kekayaan kekayaan nan dimiliki oleh penyelenggara negara beserta family inti mereka. Data ini dilaporkan secara berkala kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Adapaun tujuan utama LHKPN adalah untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas pejabat publik dalam rangka mencegah dan memberantas praktik KKN.
Kewajiban melaporkan LHKPN diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara nan Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Selain itu, ada peraturan perundang-undangan lainnya seperti Inpres dan surat info menteri mengenai nan memperkuat patokan ini. Laporan ini menjadi perangkat pengawas nan efektif terhadap potensi penyalahgunaan wewenang.
Dengan melaporkan LHKPN, penyelenggara negara turut berkontribusi dalam membangun kepercayaan publik terhadap integritas pemerintah. Masyarakat dapat memantau perubahan kekayaan pejabat dan menilai apakah ada indikasi praktik korupsi. LHKPN menjadi bentuk komitmen terhadap tata kelola pemerintahan nan baik dan akuntabel.
Mengenal Lebih Dalam LHKPN
Secara sederhana, LHKPN adalah blangko nan berisi rincian kekayaan kekayaan seorang penyelenggara negara. Ini mencakup aset berupa tanah, bangunan, kendaraan, tabungan, investasi, hingga utang.
Penyelenggara negara wajib mengungkapkan seluruh kekayaan kekayaan nan dimiliki, baik atas nama pribadi maupun family inti (pasangan dan anak nan menjadi tanggungan).
LHKPN bukan hanya sekadar daftar aset, tetapi juga instrumen krusial dalam pengelolaan sumber daya manusia (SDM). Kepatuhan terhadap LHKPN dapat menjadi salah satu pertimbangan dalam proses pengangkatan alias promosi jabatan. Hal ini mendorong penyelenggara negara untuk lebih bertanggung jawab dan transparan dalam pengelolaan kekayaan mereka.
Manfaat LHKPN sangat beragam, mulai dari mencegah korupsi hingga meningkatkan kepercayaan publik. Dengan adanya LHKPN, perubahan kekayaan pejabat negara dapat dipantau secara berkala. Ini membantu meminimalisir praktik penyalahgunaan kedudukan untuk untung pribadi dan memastikan bahwa kekayaan nan dimiliki sesuai dengan penghasilan nan sah.
Siapa Saja nan Wajib Melapor LHKPN?
Tidak semua orang wajib melaporkan LHKPN. Kewajiban ini bertindak bagi kategori penyelenggara negara tertentu nan dianggap mempunyai potensi akibat korupsi nan lebih tinggi.
Menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara nan Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, serta peraturan KPK, beberapa kategori penyelenggara negara nan wajib mengisi dan melaporkan LHKPN meliputi:
- Pejabat Tinggi Negara: Presiden dan Wakil Presiden, para Menteri dan pejabat setingkat menteri, personil DPR, DPD, dan DPRD, hakim, termasuk pengadil agung dan pengadil konstitusi, kepala perwakilan Indonesia di luar negeri (duta besar).
- Pejabat Tinggi Lembaga Pemerintah dan BUMN/BUMD: Pimpinan lembaga negara dan lembaga pemerintah non-kementerian, pejabat eselon I dan II di lingkungan pemerintahan, direksi, komisaris, dan pejabat struktural di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
- Pejabat Lain nan Berpotensi Korupsi: Pejabat nan mengelola anggaran dalam jumlah besar, pejabat di sektor pengadaan peralatan dan jasa, dan pejabat lain nan ditentukan oleh lembaga masing-masing.
Sanksi dan Konsekuensi Jika Tidak Lapor LHKPN
Penyelenggara negara nan tidak memenuhi tanggungjawab pelaporan LHKPN dapat dikenakan hukuman administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan nan berlaku. Sanksi ini bisa berupa teguran, penundaan kenaikan pangkat, hingga pemberhentian dari jabatan.
Selain itu, ketidakpatuhan terhadap LHKPN juga dapat menurunkan kredibilitas dan integritas pejabat tersebut di mata publik.
KPK menekankan pentingnya kepatuhan terhadap LHKPN sebagai corak transparansi atas kepemilikan aset alias kekayaan seorang pejabat publik. Keterlambatan pelaporan LHKPN bakal dicatat secara unik dan dipublikasikan. Hal ini dapat berakibat pada penilaian keahlian hingga proses promosi jabatan.
Meskipun tidak dikenakan hukuman pidana, ketua lembaga tetap dapat menjatuhkan tindakan disiplin kepada pejabat nan lalai melaporkan LHKPN. Kepatuhan LHKPN dapat digunakan sebagai salah satu pedoman info dukung dalam manajemen ASN, seperti promosi bagi para pegawai nan patuh, maupun penjatuhan hukuman administratif bagi nan lalai.