Efek Tarif Trump, Harga Minyak Dunia Rontok

Sedang Trending 3 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah dunia kian tertekan dan mencetak level penutupan terendah dalam empat tahun terakhir. Sentimen negatif terus membayangi pasar seiring eskalasi perang jual beli dunia nan dipicu oleh kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump.

Pada perdagangan Selasa waktu AS alias Rabu pagi (9/4/2025) waktu Indonesia, nilai minyak Brent perjanjian Juni ditutup ambles 2,9% ke level US$60,98 per barel, ambruk dari US$62,82 sehari sebelumnya. Sementara minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) longsor lebih dalam sebesar 3,3% ke posisi US$57,63 per barel, level penutupan terendah sejak 2021.

Koreksi tajam ini memperpanjang tren penurunan selama lima hari berturut-turut. Brent sekarang telah merosot lebih dari 18% dalam sepekan terakhir, sementara WTI turun nyaris 20% di periode nan sama. Tekanan ini terutama berasal dari kekhawatiran pasar atas perlambatan ekonomi dunia akibat kebijakan proteksionis Washington.

Trump kembali meningkatkan tarif impor terhadap sekitar 60 negara mitra dagang, termasuk tarif super jumbo 104% terhadap banyak produk dari China. Beijing nan merupakan importir minyak terbesar bumi pun merespons dengan penolakan keras dan bersiap mengambil langkah balasan. Ketegangan ini memicu kekhawatiran penanammodal bakal potensi resesi dunia nan bisa menggerus permintaan daya secara signifikan.

"Minyak sekarang menjadi korban dari guncangan tarif Trump. Permintaan dunia dalam tekanan, dan pasar komoditas menjadi sangat sensitif terhadap eskalasi geopolitik," ujar analis daya senior di Bloomberg Intelligence.

Tak hanya dari sisi permintaan, sisi pasokan juga menambah beban pasar. Koalisi produsen OPEC+ dilaporkan mempertimbangkan pelonggaran pembatasan produksi lebih cepat dari agenda semula, untuk mengamankan pangsa pasar di tengah perlambatan permintaan global. Langkah ini semakin menekan nilai lantaran pasar dibanjiri pasokan di saat konsumsi justru menurun.

Ke depan, pelaku pasar bakal memantau sikap lanjutan dari China dan mitra jual beli lain terhadap kebijakan Trump, serta sinyal terbaru dari OPEC+. Jika eskalasi jual beli tak mereda dan produksi minyak tetap longgar, nilai bisa semakin tergelincir menuju area US$50-an.

Selain itu, info persediaan minyak AS dari Energy Information Administration (EIA) nan bakal dirilis pekan ini juga bakal menjadi penentu arah selanjutnya. Jika stok minyak meningkat, maka tekanan jual bisa makin dalam.

CNBC Indonesia


(emb/emb)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Rupiah Terus Melemah, Sentuh Rp16.900 per Dolar AS

Next Article Harga Minyak Mentah Naik, Terdampak Kebijakan Tarif Baru Trump

Selengkapnya